Aku tak pandai bercerita. Apalagi bercerita tentang sebuah kisah nyata untuk dijadikan fiksi. Itu seperti yang aku lakukan ketika melukis sebuah pemandangan. Tak ada seorangpun yang menyimpan hasil tanganku itu. Bahkan, ibu bapakku tak pernah memasang hasil karyaku sebagai pajangan di dinding rumah. Mungkin lukisan itu memang jelek. Aku pun tak berminat lagi untuk melukis. Bukan hanya karena orang lain tidak menghargainya, tapi karena aku juga tidak menghargainya.
Tapi aku masih menyimpan semua kenangan yang pada masa lalu kudapatkan dari orang-orang yang dekat denganku. Beberapa palancas (cuilan kertas berisi kesan pesan yang diisi saat aku ikut acara kaum muda) dan cocard saat aku aktif di mudika masih kusimpan. Gambarnya dek mega, galih, andre, dll, waktu aku jadi pendamping PIA di mersel juga masih kusimpan. Semua surat yang ditulis Ayu dan surat-surat lain yang aku dapatkan ketika aku masih jadi frater di tegal juga masih kusimpan. Hanya yang masih tertinggal yang kusimpan.
Hampir dua tahun aku memelihara seekor burung yang sangat cantik. Aku sangat senang dia masuk ke dalam kehidupanku sesaat sesudah aku memutuskan untuk melepaskan jubahku. Begitu saja aku mengenalnya dan dengan cepat juga aku ingin mencintainya. Berlahan-lahan aku tahu kalau burung cantik itu pernah terluka. Dia tak pandai bicara. Ia hanya pandai berekspresi. Kalau saat aku mengelusnya dia mematukku, berarti dia masih merasa sakit. Aku menjaganya dengan penuh kasih sayang. Aku baru tahu kalau dia terluka karena terlalu lama dalam kurungan. Maka aku melepaskannya. Dia terbang dengan senang ke sana ke mari walau tetap kembali.
Setahun kemudian, aku tahu dia sudah pulih benar dari sakitnya. Kusayangi dia lebih dari diriku sendiri. Aku berbagi kebahagiaanku bersamanya. Kubawa dia semakin dalam ke dalam suka dukaku. Aku berharap bahwa burung itu mencintaiku dan ingin tinggal selamanya bersamaku. Aku pun sudah berjanji bahwa aku akan membawanya ke hidup yang lebih baik setelah aku tak lagi tergantung dari uang bapak ibuku. Janji setia mengalahkan janji adam untuk menjaga segala yang telah diterimanya.
Kini tiba-tiba dia memutuskan untuk pergi. Dengan sebuah alasan yang tak ingin diketahui, bahkan oleh pelangi yang hanya muncul setahun sekali. Ini mungkin adalah saat burung-burung bermigrasi, berpindah ke tempat di mana pelangi muncul setiap hari, air jernih mengalir di setiap kali ia mengepakkan sayapnya.
Tugasku sudah usai.
Tapi aku masih menyimpan semua kenangan yang pada masa lalu kudapatkan dari orang-orang yang dekat denganku. Beberapa palancas (cuilan kertas berisi kesan pesan yang diisi saat aku ikut acara kaum muda) dan cocard saat aku aktif di mudika masih kusimpan. Gambarnya dek mega, galih, andre, dll, waktu aku jadi pendamping PIA di mersel juga masih kusimpan. Semua surat yang ditulis Ayu dan surat-surat lain yang aku dapatkan ketika aku masih jadi frater di tegal juga masih kusimpan. Hanya yang masih tertinggal yang kusimpan.
Hampir dua tahun aku memelihara seekor burung yang sangat cantik. Aku sangat senang dia masuk ke dalam kehidupanku sesaat sesudah aku memutuskan untuk melepaskan jubahku. Begitu saja aku mengenalnya dan dengan cepat juga aku ingin mencintainya. Berlahan-lahan aku tahu kalau burung cantik itu pernah terluka. Dia tak pandai bicara. Ia hanya pandai berekspresi. Kalau saat aku mengelusnya dia mematukku, berarti dia masih merasa sakit. Aku menjaganya dengan penuh kasih sayang. Aku baru tahu kalau dia terluka karena terlalu lama dalam kurungan. Maka aku melepaskannya. Dia terbang dengan senang ke sana ke mari walau tetap kembali.
Setahun kemudian, aku tahu dia sudah pulih benar dari sakitnya. Kusayangi dia lebih dari diriku sendiri. Aku berbagi kebahagiaanku bersamanya. Kubawa dia semakin dalam ke dalam suka dukaku. Aku berharap bahwa burung itu mencintaiku dan ingin tinggal selamanya bersamaku. Aku pun sudah berjanji bahwa aku akan membawanya ke hidup yang lebih baik setelah aku tak lagi tergantung dari uang bapak ibuku. Janji setia mengalahkan janji adam untuk menjaga segala yang telah diterimanya.
Kini tiba-tiba dia memutuskan untuk pergi. Dengan sebuah alasan yang tak ingin diketahui, bahkan oleh pelangi yang hanya muncul setahun sekali. Ini mungkin adalah saat burung-burung bermigrasi, berpindah ke tempat di mana pelangi muncul setiap hari, air jernih mengalir di setiap kali ia mengepakkan sayapnya.
Tugasku sudah usai.
Tugasku sudah usai
Reviewed by Afrianto Budi
on
Senin, September 26, 2011
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini