Semacam pendahuluan
Akhirnya aku kembali berada di Jogja. Tempat aku duduk menghadap si Brown (laptopku) di sebuah kamar yang menghadap ke timur dengan dua jendela yang penahannya sudah rusak. Matahari kembali keluar di antara dedaunan pohon bambu tanpa punya rasa malu. Sumuk.
Masih terbayang dua hari yang lalu, setelah adikku berangkat sekolah, akupun berangkat ke Banjarnegara, untuk sekedar mampir ke rumah dan bertemu dengan keluarga. Rumah bukan tujuan utamaku. Hari itu, teman-teman FKMKKP akan berangkat ke Banjarnegara dan Purbalingga dengan sebuah bis Karya Jasa 27 kursi dan mobil L300+ 8 kursi. Para frater dan kami FKMKP akan bersafari panggilan di Banjarnegara, mau mengajak sebanyak mungkin kaum muda dan pelajar berani menanggapi panggilan Tuhan dan menjalani "hidup untuk Allah" dengan masuk seminari.
Aku tiba di rumah jam 10.00 wib, satu jam lebih awal sebelum kloter satu diberangkatkan. Ibu sudah menyediakan sarapan yang lezat dan bergizi (seperti biasanya) sehingga aku menjadi anak yang kuat, tampan, dan bersemangat. Suasana rumah masih tetap sejuk, tenang, dan damai. Ngangeni banget deh pokoke. Tapi aku tidak akan bermalam di rumah. Aku pengen bergabung dengan teman-teman frater dan FKKKP untuk tidur di rumah Romo ATri kusuma. Bagaimanapun, rumah sendiri adalah tempat yang paling nyaman di dunia ini. Tapi orang muda seperti kita, nggak zamannya mencari zona aman (safety zone). Rumah hanya menjadi tempat hibernasi dari pengalaman kegagalan, jatuh, dan kehilangan. Halahhh, ngemeng opo aku. Tp emang gitu... Ya toh?
Sambutan Penuh "Rantangan" di Banjarnegara
Kurang dari jam lima sore, aku sudah sampai di gereja. Misa dimulai jam lima sore. Hari itu, suasana agak berbeda. Biasanya, gereja sepi. Tapi gara-gara ada frater-frater dan mahasiswa yang akan ber-fragmen dan berkor, mudika dan pelajar dari stasi bermunculan. Para frater memainkan fragmen dengan baik. Aku yakin banyak anak muda dan pelajar tertarik untuk masuk seminari. FKMKKP juga menyanyikan lagu-lagu misa dengan merdu. Walau suara bass dan tenor agak "galau", tetapi misa tetap meriah, haha...
Selesai misa aku bersama teman-teman (kembali) ke rumah keluarga bapak Hari Warsono, keluarga dari frater Theo. Rumah penuh dengan makanan. Ada semacam soto, ada roti, ada camilan ini itu. Banyak! Walaupun aku cuma mengalaminya 30 menit, tapi rasanya keluarga ini menyambut kami dengan luar biasa. Setelah penyerahan kenang-kenangan oleh para frater dan doa bersama, kami pamit dan menuju rumah keluarga frater Bram. Maturnuwun pak-bu Hari dan frater Theo. (Sotonya belum sempat kucicipi, sudah pamit -.-!)
Tiba di rumah frater Bram, keluarga pak Basar sudah sudah mempersiapkan kursi dan makan malam yang menakjubkan. Suasananya meriah, semacam sunatan (sunatane Fr Bram, wakakaka). Meriah dan penuh "rantangan" --- istilah tidak populer untuk menyebut makanan yang bergizi dan menyehatkan. Dan menu yang paling bergizi adalah daging Q-rik, N-jing, seng-su, atau B-2. Aku tidak melewatkannya. Setelah doa pembuka, aku langsung antri di belakang Romo Agung dan Pak Basar. Lebih cepat, lebih baik. Sambil makan, aku mengamati teman-teman yang berjajar antri seperti pengungsi yang menanti sembako gratis, mesakke tenan, haha...
Lebih dari sekedar sambutan khusus bagi para frater calon imam dan para mahasiswa, tapi rasanya penyambutan itu lebih seperti penyambutan anak yang hilang, seperti dalam kitab suci. Hanya saja, tidak ada lembu tambun yang disembelih. Lembu digantikan dengan sengsu tambun, haha... Yang jelas, kami diperlakukan sebagai sebuah keluarga besar, bukan sebagai tamu. Makan malamnya sempurna bangettt...
Akhirnya aku kembali berada di Jogja. Tempat aku duduk menghadap si Brown (laptopku) di sebuah kamar yang menghadap ke timur dengan dua jendela yang penahannya sudah rusak. Matahari kembali keluar di antara dedaunan pohon bambu tanpa punya rasa malu. Sumuk.
Masih terbayang dua hari yang lalu, setelah adikku berangkat sekolah, akupun berangkat ke Banjarnegara, untuk sekedar mampir ke rumah dan bertemu dengan keluarga. Rumah bukan tujuan utamaku. Hari itu, teman-teman FKMKKP akan berangkat ke Banjarnegara dan Purbalingga dengan sebuah bis Karya Jasa 27 kursi dan mobil L300+ 8 kursi. Para frater dan kami FKMKP akan bersafari panggilan di Banjarnegara, mau mengajak sebanyak mungkin kaum muda dan pelajar berani menanggapi panggilan Tuhan dan menjalani "hidup untuk Allah" dengan masuk seminari.
Aku tiba di rumah jam 10.00 wib, satu jam lebih awal sebelum kloter satu diberangkatkan. Ibu sudah menyediakan sarapan yang lezat dan bergizi (seperti biasanya) sehingga aku menjadi anak yang kuat, tampan, dan bersemangat. Suasana rumah masih tetap sejuk, tenang, dan damai. Ngangeni banget deh pokoke. Tapi aku tidak akan bermalam di rumah. Aku pengen bergabung dengan teman-teman frater dan FKKKP untuk tidur di rumah Romo ATri kusuma. Bagaimanapun, rumah sendiri adalah tempat yang paling nyaman di dunia ini. Tapi orang muda seperti kita, nggak zamannya mencari zona aman (safety zone). Rumah hanya menjadi tempat hibernasi dari pengalaman kegagalan, jatuh, dan kehilangan. Halahhh, ngemeng opo aku. Tp emang gitu... Ya toh?
Sambutan Penuh "Rantangan" di Banjarnegara
Kurang dari jam lima sore, aku sudah sampai di gereja. Misa dimulai jam lima sore. Hari itu, suasana agak berbeda. Biasanya, gereja sepi. Tapi gara-gara ada frater-frater dan mahasiswa yang akan ber-fragmen dan berkor, mudika dan pelajar dari stasi bermunculan. Para frater memainkan fragmen dengan baik. Aku yakin banyak anak muda dan pelajar tertarik untuk masuk seminari. FKMKKP juga menyanyikan lagu-lagu misa dengan merdu. Walau suara bass dan tenor agak "galau", tetapi misa tetap meriah, haha...
Selesai misa aku bersama teman-teman (kembali) ke rumah keluarga bapak Hari Warsono, keluarga dari frater Theo. Rumah penuh dengan makanan. Ada semacam soto, ada roti, ada camilan ini itu. Banyak! Walaupun aku cuma mengalaminya 30 menit, tapi rasanya keluarga ini menyambut kami dengan luar biasa. Setelah penyerahan kenang-kenangan oleh para frater dan doa bersama, kami pamit dan menuju rumah keluarga frater Bram. Maturnuwun pak-bu Hari dan frater Theo. (Sotonya belum sempat kucicipi, sudah pamit -.-!)
Tiba di rumah frater Bram, keluarga pak Basar sudah sudah mempersiapkan kursi dan makan malam yang menakjubkan. Suasananya meriah, semacam sunatan (sunatane Fr Bram, wakakaka). Meriah dan penuh "rantangan" --- istilah tidak populer untuk menyebut makanan yang bergizi dan menyehatkan. Dan menu yang paling bergizi adalah daging Q-rik, N-jing, seng-su, atau B-2. Aku tidak melewatkannya. Setelah doa pembuka, aku langsung antri di belakang Romo Agung dan Pak Basar. Lebih cepat, lebih baik. Sambil makan, aku mengamati teman-teman yang berjajar antri seperti pengungsi yang menanti sembako gratis, mesakke tenan, haha...
Lebih dari sekedar sambutan khusus bagi para frater calon imam dan para mahasiswa, tapi rasanya penyambutan itu lebih seperti penyambutan anak yang hilang, seperti dalam kitab suci. Hanya saja, tidak ada lembu tambun yang disembelih. Lembu digantikan dengan sengsu tambun, haha... Yang jelas, kami diperlakukan sebagai sebuah keluarga besar, bukan sebagai tamu. Makan malamnya sempurna bangettt...
Banjarnegara dan Purbalingga - Part 1
Reviewed by Afrianto Budi
on
Senin, Oktober 31, 2011
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini