banner image

Burung-burung Pipit

Oleh:Drajat Teguh Jatmiko

Jika datang tengah malam, dapat dipastikan akan terdengar lagi suara tangis, nafasnya tersengal-sengal seperti diserbu ribuan burung pipit, matanya kian sipit dan dapat dipastikan pula tangisnya semakin kencang. Suara tangisnya menembus dari lubang-lubang terkecil dalam pintu, dalam dinding, bahkan lewat melalui celah pori-pori dan serat kayu.

Semua kejadian itu mulai terjadi sejak satu tahun yang lalu, banyak tetanggaku yang menduga bahwasanya beliau menangis dikarenakan anaknya yang hilang dibawa orang, namun banyak juga yang menduga beliau mulai gila karena banyak uangnya habis karena kalah dalam pemilihan lurah tahun lalu, banyak sahabat beliau pun mempunyai versi tersendiri dengan apa yang dialaminya sejak setahun yang lalu, jeritan yang selalu hadir tiap tengah malam itu dikarenakan beliau selalu bermimpi diserbu ribuan bahkan jutaan burung pipit.
Pernah suatu saat, tetangga beliau bercerita padaku bahwasanya dahulu beliau adalah seorang yang sangat dihormati banyak orang. Orang-orang itu selalu hadir kerumahnya setiap satu bulan sekali, entah apa yang dilakukan orang-orang itu, namun kebanyakan yang datang kerumah beliau adalah mereka yang -mohon maaf- orang kurang mampu.
Dapat dipastikan pula setiap mereka datang kerumah beliau pasti akan ada suara bentakkan keras dan dapat dipastikan juga akan ada suara orang yang menangis, entah apa yang dilakukan beliau pada mereka atau bahkan apa yang dilakukan mereka kepada beliau, yang pasti setiap mereka datang akan ada suara tangis dan bentakkan yang begitu kerasnya.
“Mohon maaf Pak, kami terlambat untuk menyetor beras ini Pak, sawah yang kami kelola mengalami kesulitan saluran irigasi Pak” ungkap pasangan suami-istri yang datang kerumah beliau, mereka mengiba dengan penuh rasa takut, mereka selalu menundukkan kepalanya dan tak mampu untuk menatap kedua mata beliau, perasaan was-was akan nasib yang tak tahu bagaimana akhirnya. Mereka selalu beranggapan bahwasanya seorang juragan pasti akan marah jikalau hasil panennya terlalu rendah.
“O, hanya masalah itu Pak Gito ?” ungkap beliau kepada seorang petani yang datang kerumahnya. Dengan sedikit senyum beliau melanjutkan perkataannya—“tak apalah, siapa yang dapat menduga atas hasil panen kita Pak, semua kita pasrahkan kepadaNya” jawab juragan itu
“Ma.. Maafkanlah kami Pak” dengan sedikit gagu petani itu menjawab perkataan juragannya
“Tak apalah Pak Gito, mungkin kali ini bukan rezeki kita, mungkin saja lain kali kita bisa menghasilkan panen yang lebih baik dari ini.”
“Iya Pak, sekali lagi maafkan kami Pak”
“Iya, tak apa Pak”
Setelah memberikan hasil panen dan sedikit bercakap kepada juragannya, mereka pamit untuk kembali pulang.
dan tak lama kemudian petani berikutnya datang dan hal itu berlanjut sampai petani ketigapuluh, karena juragan membawahi sekitar tigapuluhan petani di desa tersebut.
“Syukur Bu, kukira juragan akan marah dengan hasil panen yang kita berikan kepadannya” sahut suami kepada istrinya yang sama-sama seorang petani itu.
“iya Pak, aku juga berpikiran seperti itu Pak. beliau memang tak seperti juragan-juragan kita yang dulu”
“Hush, jangan begitu Bu ora ilok, bagaimana kalau sampai didengar orang?”
“Iya Pak, maaf. Tapi memang benar bukan??!!, beliau lebih santun dan lebih ramah tinimbang juragan-juragan kita yang dulu?”
“memang iya juga sih, Bu. Ah, sudahlah aku malah jadi ikut-ikutan, sudahlah lebih baik kita bergegas pulang Bu, hari mulai petang, ora ilok kalau membicarakan orang Bu”
Mereka bergegas untuk kembali menuju rumah, berjalan dengan menuntun sepeda dan membawa sekarung rumput untuk makan ternak-ternak mereka, ternak yang sebenarnya bukan milik mereka sendiri. Mereka hanya dititipi ternak oleh seorang saudagar untuk merawatnya.
Begitulah kehidupan petani desa, yang selalu narima ing pandum, menerima apa yang diberikan oleh Tuhan.
Tak lupa sang istri berhenti sejenak dirumah tetangganya untuk meminta daun singkong, lombok serta daun salam untuk lauk makan malamnya. Kehidupan desa yang sungguh harmonis tanpa rekayasa dan selalu guyup rukun lan migunani marang liyane, selalu berusaha untuk berguna terhadap sesamanya, kehidupan desa yang begitu polos tanpa menutup-tutupi kekurangan dengan kemewahan yang serba semu.
***
Seorang tetangga beliau kembali bercerita kepadaku bahwasannya; dahulu sebenarnya anak beliau minggat entah kemana, tak diketahui keberadaanya hingga saat ini.—Namun, ada juga yang bilang bahwa anak gadisnya itu dibawa lari pacarnya—Dahulu sebelum penculikkan itu terjadi, gadis itu selalu membonceng pacarnya kemanasaja mereka pergi dengan kendaraan bermotor, sampai-sampai banyak tetangga mengira dan membicarakannya tentang hal yang tidak-tidak; mulai dari perempuan panggilan, perek, lonthe atau apalah, wajar saja pemikiran-pemikiran tetangga pasti akan menghubung-hubungkan sesuatu yang tidak-tidak pada seorang gadis belia yang kemana-mana selalu membonceng laki-laki yang belum jelas asal-usulnya, terlebih anak itu mempunyai banyak kenalan lelaki. Ada juga yang mengira bahwa dia dibawa lari kepuncak bukit seberang, lalu segerombolan pria muda yang baru saja melakukan pesta miras menggilirnya sampai hamil dan Ia tak berani untuk pulang kerumahnnya.—Entahlah, mana yang merupakan sebuah kebenaran, yang jelas kebenaran hakiki hanyalah milik Tuhan.—Manusia selalu berkehendak untuk selalu dianggap benar, tapi pada kenyataannya manusia pula yang mengingkari suatu kebenaran tersebut, dan pada akhirnya manusia pulalah yang akan menyalahkan Tuhan jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkannya.
Gadis itu dikenal sebagai seorang gadis belia yang baru tumbuh menjadi seorang remaja, parasnya pun elok dipandang, tak heran jika banyak lelaki muda yang mau dengannya, bahkan bukan hanya lelaki muda yang meliriknya, banyak pria-pria yang sudah beristri yang sering main mata, melirik nakal padanya.
Pria-pria itu bukanlah sepatutnya pria sejati yang selalu menjaga kesetiaannya kepada istrinya, seorang pria yang benar-benar sejati adalah seorang pria yang mampu menjaga istrinya, mengayomi istrinya, dan selalu menyayangi istrinya bahkan membimbing seorang istri untuk berperilaku baik. Seorang pria sejati merupakan pria yang mampu memberi tuladha, memberi contoh yang baik kepada istri serta anaknya.
***
Enam bulan berselang, tibalah lagi; saatnya para petani menyetor hasil panennya kepada juragan, banyak hal yang dirasa berbeda. Para petani merasa bahwa juragan kini telah banyak berubah, dia menjadi lebih tamak, sombong, angkuh dan lupa dengan kepribadiannya yang dulu, setelah mendapat untung besar-besaran dari hasil panen para petaninya. Bahkan beliau tak segan-segan meminjamkan uang dengan bunga yang relatif besar, beliau pun sering pulang malam dengan keadaan mabuk, istrinya selalu ditinggal pergi entah kemana, anak gadisnya tak pernah diberi nasihat, padahal anaknya sering keluar malam dengan lawan jenisnya. Mungkinsaja anak itu hanya sekedar meniru apa yang dilakukan ayahnya. Sebab, seorang ayah seharusnya menjadi tauladan yang baik bagi istri maupun anaknya. Ada pula pepatah; buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya, yang artinya seorang anak tak akan jauh berbeda kepribadiannya dengan orang tuannya. Atau bahkan gadis itu merasa tidak diperhatikan, wajarnya seorang anak yang tumbuh menjadi seorang remaja dia akan membutuhkan rasa kasih sayang dan menginginkan perhatian lebih dari orangtuanya, terlebih seorang perempuan biasanya lebih dekat dengan ayahnya, begitupun sebaliknya—Mungkin itulah jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan itu, pertanyaan tentang mengapa gadis itu hilang, serta juragan yang selalu menangis di tengah malam, matanya menjadi sipit, nafasnya tersengal-sengal, dan selalu mendapat mimpi buruk dikejar ribuan bahkan jutaan burung pipit.—Para petani yang diibaratkan burung pipit, burung kecil yang tiada kekuatan, tapi dalam mimpinya burung pipit kecil yang tak mempunyai kekuatan itu bersatu-padu menjadi kekuatan yang begitu besar, yang selalu hadir dalam mimpi juragan.
Dan satu hal yang seharusnya dijadikan pelajaran bagi juragan, seharusnya seorang yang telah menjadi besar janganlah melupakan keberadaannya yang dulu.
Nologaten, 17 Maret 2012
Burung-burung Pipit Burung-burung Pipit Reviewed by Afrianto Budi on Minggu, April 29, 2012 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini

Diberdayakan oleh Blogger.