Jakarta, Mahasiswa yang sering SMS-an selama kelas berlangsung cenderung
sulit untuk bisa memperhatikan perkuliahan dan berisiko memiliki hasil
belajar yang buruk karena otaknya bingung dipaksa multitasking.
Demikian menurut sebuah studi baru yang dipublikasikan di jurnal milik National Communication Association AS, Communication Education.
"Kami tahu dari penelitian sebelumnya bahwa mahasiswa yang sering SMS-an pun terbiasa melakukannya selama perkuliahan," kata pemimpin studi Fang-Yi Flora Wei, Ph.D., asisten profesor komunikasi penyiaran di University of Pittsburgh, Bradford.
"Sekarang kami melihat bahwa SMS-an di kelas juga mengganggu kemampuan mahasiswa untuk memperhatikan sesuatu, padahal menurut penelitian sebelumnya, hal itu diperlukan untuk pembelajaran kognitif yang efektif".
Dalam studi baru ini, para mahasiswa University of Pittsburgh-Bradford yang mendaftar dalam kelas-kelas tertentu telah menyelesaikan sebuah kuesioner anonim di akhir semester.
Kuesioner tersebut menanyakan tentang kelas yang dihadiri dan dibagikan sebelum kelas berlangsung. Di dalam kuesioner itu, mahasiswa pun melaporkan berapa banyak SMS yang dikirim atau diterima sepanjang kelas dalam rata-rata.
Partisipan juga melakukan penilaian terhadap diri mereka sendiri terkait variabel pembelajaran yang spesifik berdasarkan kelas yang dihadiri.
Variabel-variabel itu diantaranya self-regulation, yang didefinisikan Wei sebagai 'kontrol diri dalam mengarahkan proses pembelajaran', atensi yang berkelanjutan dan hasil pembelajaran kognitif --penilaian oleh partisipan dan jumlahnya pun bisa dipelajari.
Karena sulit untuk mendemonstrasikan bahwa hanya SMS-an yang memiliki dampak langsung pada pembelajaran kognitif mahasiswa, Wei dan rekannya menggunakan path model analysis untuk menggambarkan hubungan antara SMS-an, sebagai sebuah variabel 'mediator' atau intervensi, dengan pembelajaran kognitif.
Diantara 190 kuesioner dari mahasiswa yang menghadiri kuliah dari dua kelas yaitu kelas berdurasi 50 dan 75 menit, rata-rata jumlah SMS yang diterima mahasiswa di kelas adalah 2,6 pesan, sedangkan SMS yang dikirim mahasiswa rata-rata 2,4 pesan. Peneliti menemukan tak ada perbedaan antara durasi kedua kelas dalam lingkup aktivitas SMS-an ataupun perhatian mahasiswa terhadap pembelajaran di kelas.
Peneliti juga menemukan hubungan positif langsung antara self-regulation dan perhatian berkelanjutan. Mahasiswa yang memiliki self-regulation tinggi menjadi lebih mungkin menjaga perhatian mereka agar terfokus pada pembelajaran di kelas.
Pada gilirannya, perhatian berkelanjutan di kelas terkait positif mampu meningkatkan pembelajaran kognitif, dalam rangka mendapatkan nilai yang lebih baik, khususnya dari banyaknya pembelajaran yang didapatkan, lapor peneliti.
Mahasiswa yang memiliki self-regulation tinggi tersebut lebih kecil kemungkinan untuk SMS-an di kelas daripada mahasiswa dengan tingkat self-regulation yang lebih rendah, kata Wei.
Sebaliknya, mahasiswa yang rutin SMS-an sepanjang kelas lebih cenderung tidak mempertahankan perhatiannya pada instruktor. Hasilnya menunjukkan bahwa SMS-an membagi fokus mahasiswa dengan tugas belajar yang utama, tulis peneliti di sebuah artikel.
"Mahasiswa mungkin meyakini bahwa mereka mampu memperlihatkan perilaku multitasking selama pembelajaran di kelas seperti mendengarkan kuliah dan SMS-an secara bersamaan," kata Wei seperti dilansir dari Science Daily, Senin (9/4/2012).
"Namun kekhawatiran sebenarnya adalah bukannya apakah mahasiswa dapat belajar di bawah kondisi multitasking, namun seberapa baik mereka dapat belajar jika tak bisa mempertahankan perhatian penuh mereka pada instruksi di kelas".
Mahasiswa seharusnya mempertimbangkan untuk membatasi aktivitas SMS-an selama kelas, saran Wei. Wei tak berpikir bahwa larangan universitas pada aktivitas SMS-an sama efektifnya dengan instruktor yang menggunakan teknik interaktif atau strategi lainnya untuk mempertahankan perhatian mahasiswa.
Menurut peneliti, University of Pittsburgh, Bradford pun tidak memiliki kebijakan larangan penggunaan telepon seluler sepanjang perkuliahan.
sumber: forumDetik.com
Demikian menurut sebuah studi baru yang dipublikasikan di jurnal milik National Communication Association AS, Communication Education.
"Kami tahu dari penelitian sebelumnya bahwa mahasiswa yang sering SMS-an pun terbiasa melakukannya selama perkuliahan," kata pemimpin studi Fang-Yi Flora Wei, Ph.D., asisten profesor komunikasi penyiaran di University of Pittsburgh, Bradford.
"Sekarang kami melihat bahwa SMS-an di kelas juga mengganggu kemampuan mahasiswa untuk memperhatikan sesuatu, padahal menurut penelitian sebelumnya, hal itu diperlukan untuk pembelajaran kognitif yang efektif".
Dalam studi baru ini, para mahasiswa University of Pittsburgh-Bradford yang mendaftar dalam kelas-kelas tertentu telah menyelesaikan sebuah kuesioner anonim di akhir semester.
Kuesioner tersebut menanyakan tentang kelas yang dihadiri dan dibagikan sebelum kelas berlangsung. Di dalam kuesioner itu, mahasiswa pun melaporkan berapa banyak SMS yang dikirim atau diterima sepanjang kelas dalam rata-rata.
Partisipan juga melakukan penilaian terhadap diri mereka sendiri terkait variabel pembelajaran yang spesifik berdasarkan kelas yang dihadiri.
Variabel-variabel itu diantaranya self-regulation, yang didefinisikan Wei sebagai 'kontrol diri dalam mengarahkan proses pembelajaran', atensi yang berkelanjutan dan hasil pembelajaran kognitif --penilaian oleh partisipan dan jumlahnya pun bisa dipelajari.
Karena sulit untuk mendemonstrasikan bahwa hanya SMS-an yang memiliki dampak langsung pada pembelajaran kognitif mahasiswa, Wei dan rekannya menggunakan path model analysis untuk menggambarkan hubungan antara SMS-an, sebagai sebuah variabel 'mediator' atau intervensi, dengan pembelajaran kognitif.
Diantara 190 kuesioner dari mahasiswa yang menghadiri kuliah dari dua kelas yaitu kelas berdurasi 50 dan 75 menit, rata-rata jumlah SMS yang diterima mahasiswa di kelas adalah 2,6 pesan, sedangkan SMS yang dikirim mahasiswa rata-rata 2,4 pesan. Peneliti menemukan tak ada perbedaan antara durasi kedua kelas dalam lingkup aktivitas SMS-an ataupun perhatian mahasiswa terhadap pembelajaran di kelas.
Peneliti juga menemukan hubungan positif langsung antara self-regulation dan perhatian berkelanjutan. Mahasiswa yang memiliki self-regulation tinggi menjadi lebih mungkin menjaga perhatian mereka agar terfokus pada pembelajaran di kelas.
Pada gilirannya, perhatian berkelanjutan di kelas terkait positif mampu meningkatkan pembelajaran kognitif, dalam rangka mendapatkan nilai yang lebih baik, khususnya dari banyaknya pembelajaran yang didapatkan, lapor peneliti.
Mahasiswa yang memiliki self-regulation tinggi tersebut lebih kecil kemungkinan untuk SMS-an di kelas daripada mahasiswa dengan tingkat self-regulation yang lebih rendah, kata Wei.
Sebaliknya, mahasiswa yang rutin SMS-an sepanjang kelas lebih cenderung tidak mempertahankan perhatiannya pada instruktor. Hasilnya menunjukkan bahwa SMS-an membagi fokus mahasiswa dengan tugas belajar yang utama, tulis peneliti di sebuah artikel.
"Mahasiswa mungkin meyakini bahwa mereka mampu memperlihatkan perilaku multitasking selama pembelajaran di kelas seperti mendengarkan kuliah dan SMS-an secara bersamaan," kata Wei seperti dilansir dari Science Daily, Senin (9/4/2012).
"Namun kekhawatiran sebenarnya adalah bukannya apakah mahasiswa dapat belajar di bawah kondisi multitasking, namun seberapa baik mereka dapat belajar jika tak bisa mempertahankan perhatian penuh mereka pada instruksi di kelas".
Mahasiswa seharusnya mempertimbangkan untuk membatasi aktivitas SMS-an selama kelas, saran Wei. Wei tak berpikir bahwa larangan universitas pada aktivitas SMS-an sama efektifnya dengan instruktor yang menggunakan teknik interaktif atau strategi lainnya untuk mempertahankan perhatian mahasiswa.
Menurut peneliti, University of Pittsburgh, Bradford pun tidak memiliki kebijakan larangan penggunaan telepon seluler sepanjang perkuliahan.
sumber: forumDetik.com
Penelitian: SMS-an Saat Jam Kuliah Bikin Otak Mahasiswa Bingung
Reviewed by Afrianto Budi
on
Selasa, April 10, 2012
Rating:
Saya ndak smsan juga bingung sih... :!!
BalasHapus