Sebagaimana yang diketahui, bahwa suatu bahasa tidak akan mampu hidup sendiri. Dalam arti, ia masih membutuhkan bahasa lain untuk kemudian diadopsi atau diserap unsur yang bermanfaat baginya. Jadi, bahasa juga seperti penggunanya, bersifat sosial. Misalnya di dalam bahasa Arab memiliki 3 sistem adopsi bahasa; muwallad, tadkhil dan mu'arrab. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, secara konseptual hampir sama dengan sistem serap dalam bahasa Arab. Ketika suatu bahasa mengadopsi bahasa lain, yang tentunya memiliki sistem fonetik dan fonemik yang berbeda, maka konsekuensinya, bahasa yang menyerap harus mengikuti tata aturan bahasa kedua.
Huruf F dan V
Dalam suatu percakapan, khususnya perkenalan, seseorang pasti sering salah dalam menuliskan nama kenalannya. Misalnya perempuan yang bernama Fenti, maka di benak kita muncul dua opsi, Fenti ataukah Venti. Hingga si Fenti menuliskan namanya, maka seseorang tadi akan selalu dirundung keraguan akan namanya.
Memang, secara fonetik, huruf F dan V berada di dalam lokasi yang sama, yaitu labiodental. Namun secara fonemik mempunyai peraturan yang berbeda. Sejarahnya bermula dari penyerapan bahasa Inggris, yang memang membedakan penggunaan keduanya. Contohnya dalam istilah "verification", yang dalam bahasa Indonesia tertulis "verifikasi". Contoh yang lain adalah "variation" yang ditulis "variasi" dan "formal" yang ditulis apa adanya. Lalu, bagaimana dalam penulisan nama?
Salah satu aturan bahasa adalah arbitrer, ia bersikap sewenang-wenang, berdasarkan pada pengguna bahasa. Lebih radikalnya lagi dalam penamaan sesuatu, khususnya seseorang. Jadi, walaupun ia berakte dengan nama Fenti, namun sah-sah saja agar terlihat gaya, maka memakai Venti.
Huruf Q
Huruf Q sangat berbeda dengan huruf K, walaupun dalam penggunaannya sering tercampur. Secara fonetik, huruf K berada di wilayah velar, namun huruf Q jauh berada di uvular. Awal kemunculan huruf Q disinyalir didatangkan dari bahasa Arab. Contoh penggunaannya adalah dalam kata "Qara`a" yang bermakna "membaca" dan "Kara`a" yang bermakna "berlari". Ketika seseorang menyamakan pemakaiannya, makna yang timbul tentu akan rancu. Contohnya "Qara`a 'Ali al-Qur`an", kemudian dibaca "Kara`a 'Ali al-Qur`an", maka maka yang ditangkap oleh pendengar tentu akan lucu. Seseorang yang awalnya ingin memberikan berita bahwa "Ali sedang membaca al-Qur`an", berubah menjadi "Ali berlari (bersama/ di atas) al-Qur`an".
Adapun dalam peristiwa pemakaian "q" di bahasa tulis "koq" dan "aqu", adalah hanya dalam bentuk ingin menegaskan eksistensinya. Karena huruf q berada di dalam uvular yang membutuhkan usaha yang agak lebih daripada huruf k.
Huruf X
Ada yang menarik dari keberadaan huruf ini. Alif Danya Munsyi', yang terkenal dengan nama pena lain, Remy Silado menuturkan berbagai uneg-unegnya dengan agak sarkas dan diselingi humor. Kita ketahui, bahwa huruf x, dalam bahasa dilafalkan dengan gabungan huruf k dan s, "ks". Misalnya membaca "extra", lidah kita mengucapkannya dengan "ekstra". Bahkan dalam wilayah penerapan, seringkali terjadi pluralitas bentuk.
Namun -kilah bidang yang menangani bahasa Indonesia- ada aturan dalam penulisan huruf ini. Jika huruf x berada di dalam kata, ia dapat bermetamorfosis menjadi "ks". Misalnya dalam contoh "execution", yang kemudian menjadi "eksekusi", dan "Alexander" ditulis "Aleksander". Akan tetapi, jika huruf x berada di depan, maka ia ditulis tetap, misalnya "xenon", tentu tidak ditulis "ksenon", namun "xenon".
Huruf Y
Sejarah huruf y bermula dari bahasa Arab. Contohnya dalam penggunaan istilah "yaum" yang bermakna "hari". Sedangkan contoh penggunaan dalam bahasa Indonesia seperti "yayasan". Melihat demikian, maka eksistensinya tentu tidak dapat dieliminasi, dengan hanya memakai huruf i. Memang dalam suatu peristiwa, huruf y dapat ditulis dengan huruf i, misalnya dalam contoh "Islamiy", yang dalam bahasa Arab tertulis إسلامي, dengan memakai ya` nisbat, kemudian bahasa Indonesia menjadi "Islami". Namun, ini tetap tidak dapat dipakai pedoman umum, karena "yusrun" yang bermakna "mudah", tidak dapat berubah menjadi "iusrun".
Kesimpulannya adalah, aplikasi huruf yang hampir sama dalam segi fonetik, masih harus mengacu pada pemakaian bahasa asal. Karena memang bahasa Indonesia mengadopsi sistem fonetik dari bahasa lain. Khusus bahasa tulis, pemakaian yang "benar" lebih diutamakan. Karena implikasinya dapat menjadi multi tafsir.
Sumber: Kompasiana.com
Sent from BudiaanBerry® on 3
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini