Tempe Kemul'e Frater Dodik
Setelah berpamitan dengan keluarga pak Jaiman yang lucu dan kocak, kami semua melanjutkan perjalanan ke rumah frater Ontong dan Frater Dodik d Wonosobo. Aku ikut naik bis sampai Banjarnegara. Tiba di Banjarnegara, frater Igo dan frater Bram sudah menunggu di tepi jalan bersama motorku. Mereka berdua naik bis, aku naik motor. Rasanya pengen di bis terus, adem, ndak capek. Tapi itulah pilihan. Segala sesuatu ada risikonya. Aku memilih untuk naik motor: lebih cepat sampai rumah, tapi sendirian. Belum sampai di rumah frater Dodik, ban motorku agak gembos. Setelah kupompa ban motorku di dekat pom bensin, aku melanjutkan perjalanan. Bis dan L300 sudah jauh di depan. Sampai di perbatasan wonosobo, hujan besar turun. Wah,nelongso tenan dab...
Jam setengah empat sore, aku tiba di rumah frater dodik. Hujan masih sangat deras. Teman-teman mampir di rumah Frater Ontong. Sedangkan aku langsung ke rumah frater Dodik. Aku membantu bapak ibu dari frater Dodik mengeluarkan kursi dan meja, lalu menggelar karpet. Ibu sudah menggoreng tempe kemul, khas Wonosobo. Mie ongklok juga sudah siap di depan rumah. Segalanya sudah siap. Beberapa saat kemudian teman-teman mulai berdatangan. Sambil makan tempe kemul dan minum teh hangat, kami ngobrol-ngobrol.
Sebenarnya pada waktu itu aku merasa bimbang. Sudah jam lima sore. Hujan masih deras. Langit sudah gelap. Aku akan sendirian naik motor setelah acara kunjungan itu selesai. Aku sempat berpikir untuk kembali saja ke rumah di Banjarnegara, lalu pulang ke jogja senin pagi. Tapi aku sudah "terlanjur basah". Ini juga sudah resiko atas segala keputusanku. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berangkat ke Jogja. Jam 17.20 tepat aku berpamitan. Haduh, sayang banget sakjane, kebersamaan bersama teman-teman ternyata sangat singkat. Kebersamaan itu seperti candu, membuat ketagihan.
Perjalanan Pulang: Gambaran Kehidupan - penutup
Aku memutuskan untuk lewat jalur Kepil-Salaman. Hujan lebat mengguyur mantelku. Jalanan semakin gelap. Aku pun tak berani ngebut. Perasaan takut menyelimuti hatiku. Semakin jauh dari kota wonsobo, hanya satu atau dua kendaraan kujumpai. Bertemu dengan kendaraan lain membuatku senang dan sedikit tenang. Tetapi ketenangan itu berlalu begitu saja, karena dengan cepat aku kembali lagi sendirian di jalan yang gelap. Di facebook aku pernah menulis: segelap apapun hari-harimu, pasti ada satu-dua percik cahaya yang akan kamu lewati. Kata-kata itu baru aku rasakan sekarang. Cahaya lampu dari rumah dan dari kendaraan yang berpapasan membuatku sedikit tenang. Setidaknya aku punya teman.
Rasa senang menghampiri ketika ada mobil Honda Jazz 2009 menyalip motorku. Aku mengikuti mobil itu dari belakang. Setidaknya jalanan menjadi sedikit terang karena jarang sekali kutemui rumah-rumah dan kendaraan yang lewat. Beberapa menit kuikuti, mobil itu tiba-tiba berhenti di pingir jalan. Aku tak tahu kenapa mobil itu berhenti; mungkin karena sopirnya takut selalu dibuntuti dari pelakang ---pikirnya aku penjahat, mungkin. Atau mungkin karena mau pipis di tempat yang sepi. Tapi menjadi suatu hal yang bodoh kalau aku ikut-ikutan berhenti. Aku melewati motor itu dan kembali merasakan kesunyian, kegelapan, dan rasa takut. Satu jam kemudian, aku sudah keluar dari jalan yang sepi dan gelap itu, masuk kawasan borobudur dan kota magelang yang ramai.
Pengalaman perjalanan pulang ke Jogja itu bagiku menjadi gambaran kehidupan. Sendiri itu selalu membuat perasaan negatif, baik ketakutan, cemas, dan frustasi. Pengalaman perjumpaan adalah bumbu kehidupan yang meramaikan hidup dengan perasaan-perasaan yang beragam tapi menghidupkan dan menyemangati. Dalam perjumpaan dengan teman-teman itulah kutemukan Tuhan Sahabat Sejati yang memberikan pengalaman aneka rasa, yang tak tergantikan dengan kuliah 150 SKS dan ditutup dengan skripsi yang membosankan. Aku berharap, teman-teman FKMKKP mengalami hal yang sama. Tuhan itu jiwa dalam saudara!
Aku tiba di jogja pukul 20.00, sementara itu teman-teman FKMKKP mengabarkan kalau mereka baru saja berpamitan dari rumah frater Dodik dan meninggalkan wonosobo untuk pulang ke jogja, menjalani kehidupan yang keras dengan suatu impian yang setiap saat akan selalu diwujudkan, dalam tawa dan air mata.
Ini ceritaku, mana ceritamu?
Banjarnegara dan Purbalingga - Part 3
Reviewed by Afrianto Budi
on
Senin, Oktober 31, 2011
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini