Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa sekte Wahabi dari awal
kelahirannya telah menanggung beban moral yang sangat berat. Adapun
beban moral yang terberat ialah catatan kelam politik Wahabi yang di
kemudian hari melahirkan negara Saudi Arabia.
Menurut Abdullah Mohammad Sindi, seorang profesor Hubungan Internasional berkebangsaan Saudi-Amerika, dalam artikelnya ‘Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud‘, pemerintah Inggris turut andil dalam membidani gerakan Wahabi tersebut, dengan tujuan menghancurkan kekuatan Islam dari dalam, dan meruntuhkan Daulah Turki Ustmaniyah (Ottoman), yang waktu itu menjadi pemimpin negara-negara Islam.
Prof Sindi merujuk ‘Hempher: The British Spy to the Middle East’, buku memoar Hempher, seorang anggota dinas rahasia Inggris yang berhasil menyusup menjadi mentor Abdul Wahab dalam ideologi dan strategi perjuangan. Untuk memudahkan tugasnya, Hempher berpura-pura menjadi seorang mualaf dengan nama Muhammad.
Hempher mendekati Abdul Wahab dalam waktu yang relatif lama, memberinya saran, dana untuk pergerakan. Dengan cara yang licik ia berhasil meyakinkan bahwa orang-orang Islam yang sesat mesti dibunuh, karena telah melakukan penyimpangan yang berbahaya. Mereka dianggap telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, dan satu-satunya cara adalah memperbaikinya dengan “tangan” (yad) atau kekuatan. Hempher pun berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad bin Sa’ud, penguasa Di’riyyah, untuk mendukung gerakan Abdul-Wahhab.
TAHUN 1744, aliran Wahabi berubah menjadi sebuah gerakan sosial-politik, setelah bersekutu dengan penguasa Di’riyyah tersebut, dan mulai menyerang daerah sekitarnya dengan alasan memurnikan ajaran Islam. Semenjak itulah Wahabi beserta raja Saud, yang kemudian digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Sa’ud, berturut-turut menaklukan Riyadh, Thaif hingga Karbala. Mereka menghancurkan segalanya. Dari kain kiswah penutup Ka’bah hingga makam Husain (cucu Nabi Saww). Agaknya penghancuran situs2 yang dusucikan Syiah telah menjadi awal dari perang terbuka antara Wahabi dengan Syiah.
Keputusan Wahabi turut serta dalam gerakan politik raja Saud dapat kita maklumi. Wahabi bercermin dari kegagalan Ibn Taimiyyah, selaku corong gerakan pembaharuan, mengajak kembali kepada ajaran salafi (terdahulu) dengan cara memberantas TBC. Kegagalan Ibn Taimiyyah disebabkan karena banyak penentangan dari berbagai pihak. Dan salah satu madzhab yang paling keras menolak ajaran Ibn Taimiyyah ialah Syi’ah.Tak heran jika Ibn Taimiyyah merasa perlu mengarang satu kitab yang bertitel “Minhaj As-Sunnah” untuk meng-counter madzhab Syi’ah tersebut. Buku itu juga sekaligus menjadi jawaban dari buku “Minhaj Al-A’qidah” yang dikarang oleh salah seorang ulama Syiah terkemuka.
Wahabi belajar banyak dari kegagalan tersebut. oleh karenanya Muhammad Ibn Abd Wahhab bergabung dengan raja Saud semata demi memurnikan kembali ajaran Islam yang telah banyak tercemar oleh penyakit TBC. Setidaknya itu alasan yang dikemukakan oleh para pendukung Wahabi. Adapun para penentangnya mengatakan bahwa semuanya adalah karena ambisi pribadi Ibn Abd. Wahhab untuk menjadi satu2-nya sekte keagamaan di dunia Islam. Benar tidaknya, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Kita hanya bisa melacak dari sumber sejarah, walaupun banyak yang tak netral. Sebab sejarah selalu mempunyai dua versi, yakni versi pemenang dan versi pecundang.
Ditulis oleh Dewa Gilang
Sumber
Menurut Abdullah Mohammad Sindi, seorang profesor Hubungan Internasional berkebangsaan Saudi-Amerika, dalam artikelnya ‘Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud‘, pemerintah Inggris turut andil dalam membidani gerakan Wahabi tersebut, dengan tujuan menghancurkan kekuatan Islam dari dalam, dan meruntuhkan Daulah Turki Ustmaniyah (Ottoman), yang waktu itu menjadi pemimpin negara-negara Islam.
Prof Sindi merujuk ‘Hempher: The British Spy to the Middle East’, buku memoar Hempher, seorang anggota dinas rahasia Inggris yang berhasil menyusup menjadi mentor Abdul Wahab dalam ideologi dan strategi perjuangan. Untuk memudahkan tugasnya, Hempher berpura-pura menjadi seorang mualaf dengan nama Muhammad.
Hempher mendekati Abdul Wahab dalam waktu yang relatif lama, memberinya saran, dana untuk pergerakan. Dengan cara yang licik ia berhasil meyakinkan bahwa orang-orang Islam yang sesat mesti dibunuh, karena telah melakukan penyimpangan yang berbahaya. Mereka dianggap telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, dan satu-satunya cara adalah memperbaikinya dengan “tangan” (yad) atau kekuatan. Hempher pun berhasil membujuk Syeikh Dir’iyyah, Muhammad bin Sa’ud, penguasa Di’riyyah, untuk mendukung gerakan Abdul-Wahhab.
TAHUN 1744, aliran Wahabi berubah menjadi sebuah gerakan sosial-politik, setelah bersekutu dengan penguasa Di’riyyah tersebut, dan mulai menyerang daerah sekitarnya dengan alasan memurnikan ajaran Islam. Semenjak itulah Wahabi beserta raja Saud, yang kemudian digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Sa’ud, berturut-turut menaklukan Riyadh, Thaif hingga Karbala. Mereka menghancurkan segalanya. Dari kain kiswah penutup Ka’bah hingga makam Husain (cucu Nabi Saww). Agaknya penghancuran situs2 yang dusucikan Syiah telah menjadi awal dari perang terbuka antara Wahabi dengan Syiah.
Keputusan Wahabi turut serta dalam gerakan politik raja Saud dapat kita maklumi. Wahabi bercermin dari kegagalan Ibn Taimiyyah, selaku corong gerakan pembaharuan, mengajak kembali kepada ajaran salafi (terdahulu) dengan cara memberantas TBC. Kegagalan Ibn Taimiyyah disebabkan karena banyak penentangan dari berbagai pihak. Dan salah satu madzhab yang paling keras menolak ajaran Ibn Taimiyyah ialah Syi’ah.Tak heran jika Ibn Taimiyyah merasa perlu mengarang satu kitab yang bertitel “Minhaj As-Sunnah” untuk meng-counter madzhab Syi’ah tersebut. Buku itu juga sekaligus menjadi jawaban dari buku “Minhaj Al-A’qidah” yang dikarang oleh salah seorang ulama Syiah terkemuka.
Wahabi belajar banyak dari kegagalan tersebut. oleh karenanya Muhammad Ibn Abd Wahhab bergabung dengan raja Saud semata demi memurnikan kembali ajaran Islam yang telah banyak tercemar oleh penyakit TBC. Setidaknya itu alasan yang dikemukakan oleh para pendukung Wahabi. Adapun para penentangnya mengatakan bahwa semuanya adalah karena ambisi pribadi Ibn Abd. Wahhab untuk menjadi satu2-nya sekte keagamaan di dunia Islam. Benar tidaknya, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Kita hanya bisa melacak dari sumber sejarah, walaupun banyak yang tak netral. Sebab sejarah selalu mempunyai dua versi, yakni versi pemenang dan versi pecundang.
Ditulis oleh Dewa Gilang
Sumber
Benarkah Wahabi Intoleran? 2
Reviewed by Afrianto Budi
on
Selasa, Juni 05, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini