banner image

Sejarah Amir Syarifuddin, Sejarah Penghilangan Peran dan Kontribusinya Untuk Bangsa

Oleh: Supriadi Purba | 19 August 2012 | 20:16 WIB

Siapa Amir Syarifuddin?
Setiap orang pasti akan mengatakan bahwa dia adalah seorang pelaku utama dalam pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun. Sebuah pemberontakan yang yang berujung pada tewasnya tokoh kemerdekaan ini akibat dieksekusi oleh tentara pada waktu itu.

Seketika itu juga sosok yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri ini pada saat Kabinet parlementer Amir Syarifuddin. Tokoh yang terlibat aktif dalam perjuangan pergerakan Indonesia, tetapi akibat sosoknya sendiri yang tidak suka menulis, banyak sejarahnya yang betuk tulisan tidak terekam. Sementara pandangan orang pada jamannya terhadap sosoknya, sangatlah berperan penting dalam proses kemerdekaan menuju 1945.

Sebagai seorang yang terlibat aktif dalam pergerakan perjuanagn kemerdekaan Indonesia, sejak awal memang Amir Syarifuddin sudah terlibat aktif dalam diskusi-diskusi yang berhubungan dengan sosialis, komunis dan ketrlibatannya dengan tokoh-tokoh nasional seperti Muso juga memperkuat pemahamannya soal komunal. Tetapi bangsa ini sepertinya tidak pernah sampai kesitu memahami, sosok Indonesia yang namanya sejajar dengan Sukarno, Tan Malaka, Syahrir, Hatta.

Sosok fenomenal yang menancapkan gagasanya dengan prinsipi dasar ke-Indonesiaan. Sudah seharusnya sejarawan di Indonesia khususnya yang tergabung dalam Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) terlibat aktif dalam melakukan pencarian kebenaran terkait dengan peran sertanya dan gagasannya dalam membangun bangsa.

Sebagai seorang Kristen yang taat, rekomendasi juga seharusnya datang dari tokoh-tokoh Kristen Indonesia. Karena Amir Syarifuddin ternyata sudah terlibat dalam diskusi-diskusi yang berthemakan kekristenan semenjak dia di Belanda dan sewaktu ke Indonesia. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebagai cikal bakal CSV harus mampu memberi dorongan kepada negara untuk mencari kebenaran dan pelurusan sejarah, agar bangsa ini tidak terjebak lagidengan bahasa orde baru, yang menjustifikasi seluruh aliran-aliran kiri yang pernah di miliki oleh anak bangsa ini. Termasuk didalmnya Sukarno dan juga Amir Syarifuddin.

Pelurusan sejarah kaitan tokoh bangsa yang telah memberikan hidupnya dalam melakukan perjuangan, baik perjuangan pemikiran, maupun diplomasi. Sudah saatnya, bangsa ini tahu bahwa ada tokoh nasional dari Sumatera Utara yang telah menancapkan sebuah pisau harapan pada masa lalu yang tajam sebagai sebuah bentuk dari pada perlawanan terhadap penjajah dan anak bangsa yang munafik.
Inilah Sejarah PKI Madiun Versi Pemerintah

Pada masa pemerintahan Kabinet Amir Syarifuddin berlangsung perjanjian Renville antara Pemerintahan RI dan Belanda. Kesepakatan tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat Indonesia. Beberapa tokoh pergerakan memutuskan untuk tidak memberikan dukungan kepada pelaksanaan Perjanjian Renville karena isi Perjanjian Renville sangat merugikan bangsa Indonesia.

Terlebih lagi jika mengingat wilayah RI semakin sempit dan harus mengakui garis Van Mook sebagai garis baru hasil Agresi Militer I. Kondisi itulah yang membawa perubahan kekuasaan sehingga Kabinet Amir Syarifuddin digantikan oleh Kabinet Hatta pada tanggal 29 Januari 1948. Kabinet Hatta diharapkan bisa mengganti kinerja Kabinet Amir Syarifuddin yang dinilai gagal memperjuangkan kesatuan NKRI.
Setelah kejatuhannya, Amir Syarifuddin menjadi tokoh oposan yang melawan kebijakan Pemerintah. Ia membentuk Front Demokrasi Rakyat pada tanggal 28 Juni 1948 di Surakarta. Front ini merupakan gabungan dari beberapa kelompok kekuatan politik saat itu, seperti Partai Sosialis, Pesindo, Partai Buruh, Partai Komunis Indonesia, dan SOBSI.

Tujuan pembentukan Front Demokrasi Rakyat adalah untuk merebut kekuasaan dengan cara demonstrasi dan melakukan tindakan-tindakan kekacauan lainnya. Kekacauan yang dibuat front tersebut misalnya penculikan dan pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai musuh. Kondisi ini menyebabkan terjadinya keresahan dan teror di masyarakat.

Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun
Sejak kedatangan Muso dari Moskow teror semakin meningkat, bahkan kesatuan-kesatuan Tentara Nasional Indonesia saling diadu. Hal ini sesuai dengan anjuran Muso melalui Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tanggal 18 September 1948 PKI merebut kota Madiun dan memproklamasikan berdirinya negara Republik Soviet Indonesia, bahkan keesokan harinya diumumkan pembentukan pemerintahan baru. Peristiwa ini dikenal dengan Pemberontakan PKI di Madiun.

Untuk mengatasi pemberontakan PKI tersebut, Pemerintah RI bertindak cepat. Propinsi Jawa Timur dijadikan sebagai daerah istimewa dan Kolonel Sungkono, saat ini dikenal sebagai Mayjend Sungkono, diangkat menjadi Gubernur Militer. Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit, maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada Kolonel A.H. Nasution yang menjabat sebagai Panglima Markas Besar Komando Jawa.

Walaupun menghadapi kesulitan, seluruh kekuatan pemberontak akhirnya dapat ditumpas. Pada waktu itu sebagian besar anggota TNI terikat menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Divisi III Siliwangi. Penumpasan pemberontakan PKI juga dibantu Brigade Surachman dari Jawa Timur serta kesatuan lain yang setia kepada Republik. Dalam penumpasan tersebut, Muso ditembak mati dan Amir Syarifuddin dijatuhi hukuman mati (Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemberontakan_PKI_Madiun).

Versi Lain dan Keterlibatannya Dalam Mendirikan CSV Cikal Bakal GMKI
(Oleh :Hotman Jonathan Lumbangaol) Sejarah kerap mencatat bahwa revolusi telah memakan anaknya sendiri. Amir Syarifuddin Harahap (1907-1948), mantan Perdana Menteri ke-2 Indonesia ini menjadi korban revolusi yang turut dia lahirkan. Amir meninggal dengan tragis pada 19 Desember 1948, saat dieksekusi oleh regu tembak bersama sembilan orang tanpa nama.

Tak banyak literatur dan informasi tentang putra Mandailing ini. Itu sebabnya sosoknya tidak banyak yang tahu. Jarang diangkat media. Informasi tentang pejuang ini selalu diberangus. Satu fakta, tahun 1984 Penerbit Sinar Harapan menerbitkan tesis Frederiek Djara Wellem yang diluncurkan di Gedung STT Jakarta, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Buku biografi diberi judul "Amir Syarifuddin; Pergumulan Iman dan Perjuangan Kemerdekaan". Namun, tidak berapa lama buku itu di-sweeping, dilarang beredar, di masa pemerintahan Soeharto karena dianggap merusak sejarah Indonesia.

Buku itu dianggap sesat. Padahal, dialah salah seorang bapak pendiri bangsa dalam memperjuangkan eksistensi NKRI. Perjuangannya tidak pernah dihargai negara. Pusara, gundukan makamnya, tertulis nisan tanpa nama, di Desa Ngaliyan, Karanganyar, Jawa Tengah. Makam untuk mantan perdana menteri ini tidak seperti sejawatnya, Soekarno, Hatta dan Syharier menerima penghargaan berupa bintang jasa.
Digelari sebagai pahlawan, dan dikubur di makam yang terhormat. Pada 27 Mei 2008 lalu, untuk mengenang jasa-jasanya, STT Jakarta mempelopori seminar bertajuk "Amir Syarifuddin Nasionalis Pejuang Kemerdekaan dan Pembebasan Rakyat". Tampil sebagai pembicara: Setiadi Reksoprodjo mantan menteri pada kabinet Amir Syarifuddin, Ketua STT Jakarta Dr. Jan .S Aritonang, Aswi Warman Adam dosen sejarah dan peneliti. Seminar dimoderatori Fadjroel Rahman.
Pengkotbah

Amir belia lahir di Tapanuli Selatan 27 April 1907. Ayahnya keturunan kepala ada dari Pasar Matanggor, Padang Lawas, bernama Djamin Baginda Soripada Harahap (1885-1949), mantan jaksa di Medan. Sementara ibunya, Basunu Siregar (1890-1931), lahir dari keluarga Batak-Melayu. Keluarga ibunya telah berbaur dengan masyarakat Melayu di Deli. Maka, kalau itu ada istilah "Kampak bukan sembarang kampak. Kampak pembela kayu. Batak bukan sembarang Batak. Batak masuk Melayu". Zaman itu, besar-besaran orang Batak eksodus ke Deli, sebagai pusat perkebunan.

Masa remaja, Amir menimba pendidikan Belanda di ELS setara Sekolah Dasar di Medan sejak tahun 1914 hingga tahun 1921. Tahun 1926 atas undangan sepupunya, T.S.G. Mulia pendiri penerbit Kristen BPK Gunung Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad (dewan) belajar di kota Leiden, Belanda mengajak Amir untuk juga sekolah disana.

Di Belanda, Amir aktif berorganisasi pada Perhimpunan Siswa Gymnasium,Haarlem. Selama masa itu pula dia aktif mengelar diskusi-diskusi Kelompok Kristen, di kemudian hari Kelompok Kristen menjadi embrio Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Di Belanda, dua sepupu itu menumpang di rumah seorang guru penganut KristenCalvinis bernama Dirk Smink.

Kristen Calvinisme adalah aliran gereja yang ketat soal doktrin, dari spirit bapak Gereja, John Calvin (1509-1564). Sebenarnya Amir Syarifuddin seorang muslim dan keluarga Muslim. Berpindah agama Kristen saat di Belanda. Dia tidak saja hanya berpindah iman tetapi mendalami agama Kristen sungguh-sungguh.
Tiap hari Minggu turut berkotbah. Kotbahnya selalu menyetuh, dan meneguhkan banyak orang. Paparannya tentang Injil sangat mendalam. Dia adalah penganut agama Kristen yang taat. Terbukti, detik-detik terkhir hidupnya, dia menggengam Alkitab saat ditembak
Pejuang Pembebasan

Sebuah dokumen Netherlands Expeditionary Forces Intelligence Service (NEFIS), menyebutkan, instansi rahasia yang dipimpin Van Mook, 9 Juni 1947 menulis tentang Amir; "ia mempunyai pengaruh besar di kalangan massa dan orang yang tak mengenal kata takut".
Pada September 1927, sekembalinya dari Belanda, Amir masuk Sekolah Hukum di Batavia dan tinggal di asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, Kramat nomor 106. Dalam memperjuangkan kemerdekan Indonesia, dia terlibat berbagai pergerakan bahwa tanah.

Tahun 1931, Amir mendirikan Partai Indonesia (Partindo). Lalu, mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) sembari menulis dan menjadi redaktur "Poedjangga Baroe". Berjuang untuk pembebasan dari belenggu penjajah, benih-benih perjuang itu pun makin mekar saat Amir bertemu para tokoh pejuang seperti Mr. Muhammad Yamin, Muhammad Husni Thamrin. Dari sana Amir aktif diskusi Politik Indonesia bersama para tokoh kala itu.

Pada bulan Januari 1943 dia tertangkap oleh fasis Jepang, karena dianggap pemberontak. Kejadian itu membongkar jaringan, organisasi anti fasisme Jepang yang dimotori Amir. Kelak ketika menjadi Menteri Pertahanan, mengangkat para pembantunya yang terdekat, teman-teman satu pergerakan.

Saat menjabat Menteri Pertahanan, Amir tidak sependapat terhadap kebijakan Hatta karena pengurangan jumlah tentara, dari 400 ribu menjadi 60 ribu tentara. Menurutnya, layaknya tentara, satu banding tiga, satu tentara untuk menjaga tiga orang penduduk. Lalu, di Kabinet Sjahrier pada tanggal 12 Maret 1946, Amir Sjarifuddin diangkat menjadi Menteri Pertahanan dari Partai Sosialis, dikemudian hari berafiliasi dengan Komunis.

Tan Malaka dan Kelompok Persatuan Perjuangan menculik Perdana Menteri Sjahrier. Dari Amir menjadi Perdana Menteri. Kala itu, perdana menteri bisa jatuh kapan saja jika tidak didukung parlemen dan partai. Sesudah Amir mangkat, tahun 1950-an, zaman demokrasi parlementer, tujuh kali pengantian perdana menteri terjadi.

Dalam Persetujuan Renville, Amir sebagai negosiator utama dari Republik Indonesia, dianggap gagal. Kabinet Amir Sjarifuddin bubar. Amir mengundurkan diri dengan sukarela dan tanpa perlawanan samasekali, ketika disalahkan atas persetujuan Renville oleh golongan Masyumi dan Nasionalis. Kageriaan itu. Peristiwa pemberontakan Madium tahun 1948 yang memilukan, disebut dilakukan PKI atas restu Amir Syarifuddin, tidak pernah terbukti.
Sepeninggalnya; keluarganya mendapat perlakuan yang tidak sewajarnya. Anak-anaknya mendapat diskriminasi. Untuk makan saja waktu itu keluarga ini harus terlunta-luntah. Salah satu anaknya, Helena, saat ini bekerja di Sekolah Johnny Andrean, mengatakan, masa sepeninggalan sang ayah, hidup mereka terlantar.
Kini, atas bantuan lembaga swadaya masyarakat, Omnes Unum Sint Institut, dan Komisi Hak Asazi Manusia membantu perizinan pembangunan makam tanpa nama itu, kini sudah diperbaiki. Inilah sejarah. Indikasi keterlibatanya pada
pemberontakan PKI di Madiun masih samar.
Amir dieksekusi tanpa pernah diadili.
Divonis tanpa terbukti salahnya di mana. Aswi Warman Adam pengurus Masyarakta Sejarahwan Indonesia menulis, sepanjang hidupnya, dia hidup dari kamp ke kamp. Perjuanganya tidak pernah dihitung. Narsis.

(Artikel ini telah hilang dari Kompasiana ketika aku hendak mempublish komentar)
Sent from BudiaanBerry® on 3

Sejarah Amir Syarifuddin, Sejarah Penghilangan Peran dan Kontribusinya Untuk Bangsa Sejarah Amir Syarifuddin, Sejarah Penghilangan Peran dan Kontribusinya Untuk Bangsa Reviewed by Afrianto Budi on Minggu, Agustus 19, 2012 Rating: 5

2 komentar:

Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini

Diberdayakan oleh Blogger.