Protes terhadap rencana Kongres Internasional Agama Konghucu di Medan memunculkan lagi pertanyaan penting. Sampai kapan masyarakat terus-menerus menawar soal kebebasan beragama dan berkeyakinan? Masalah ini semestinya telah selesai dan tak perlu lagi dirongrong lewat berbagai cara, termasuk melalui kebebasan berpendapat dan berdemonstrasi.
Setiap orang memang berhak untuk bersuara, termasuk menolak suatu kegiatan seperti kongres Konghucu itu, yang akan digelar pada 22-26 Juni. Negara juga menjamin kebebasan berunjuk rasa seperti yang dilakukan oleh Forum Aliansi Umat Islam, kelompok yang mendatangi kantor Wali Kota Medan untuk menolak perhelatan Konghucu itu. Tapi perlu diingat bahwa setiap warga negara juga diwajibkan menghormati hak orang atau kelompok lain.
Dengan prinsip seperti itu, sikap para pemrotes masih bisa ditoleransi sepanjang tidak memaksakan kehendak. Mereka berdalih, antara lain, perhelatan ini tidak layak digelar karena penganut agama Konghucu di Medan amat sedikit. Alasan ini tentu sulit diterima karena bersifat relatif dan tak berpijak pada hukum. Sekecil apa pun jumlah pemeluk keyakinan--bahkan jika hanya satu orang pun--ia tetap memiliki hak yang sama dengan pemeluk agama lain.
Alasan lain, bahwa kongres itu mengesampingkan kearifan lokal, juga aneh. Jika kearifan lokal itu merujuk pada budaya tertentu, katakanlah budaya Melayu, kurang tepat pula. Masalahnya, secara historis Kota Medan tumbuh dan berkembang justru karena adanya akulturasi budaya.
Begitu juga dalih bahwa lokasi kongres tak jauh dari bekas Masjid Raudhatul Islam yang dirobohkan sebuah pengembang. Konflik tanah masjid ini tidak relevan dijadikan alasan untuk mengurangi hak kelompok atau umat lain mengadakan kegiatan. Jika penggusuran masjid dinilai merugikan umat Islam dan terbukti melanggar aturan, hal ini bisa diperkarakan secara hukum. Jadi, tidak ada alasan satu pun untuk melarang kongres Konghucu.
Dasar negara dan konstitusi republik ini jelas menjamin kebebasan beragama. Perlindungan terhadap agama dan pemeluknya ditegaskan dalam konstitusi dan sejumlah undang-undang lain, seperti Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Ini berarti para pemeluk agama bebas pula menggelar kegiatan apa pun sepanjang tak mengganggu hak orang lain. Apalagi, pertemuan Konghucu itu akan banyak diisi dengan seminar yang menampilkan puluhan intelektual Konghucu dari berbagai negara, seperti Cina, Taiwan, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kota Medan juga akan diuntungkan secara ekonomi karena banyak acara pendukung yang digelar. Misalnya, festival barongsai sejauh satu kilometer yang diikuti 12 tim dari berbagai negara yang rencananya akan membuat rekor barongsai terpanjang se-Asia Tenggara. Ini tentu memancing wisatawan, terutama dari mancanegara. Dengan kata lain, perhelatan ini sesuai pula dengan program Pemerintah Kota Medan yang sudah mencanangkan tahun 2012 sebagai tahun kunjungan wisata.
Kami berharap Wali Kota Medan menolak tegas tuntutan pemrotes dan tetap mengizinkan kongres Konghucu di sana. Sikap teguh ini perlu diambil bukan sekadar karena kegiatan itu menguntungkan secara ekonomi, tapi terutama demi melindungi hak umat Konghucu.
Sumber: Tempo.co
Sumber: Tempo.co
Biarkan Konghucu Berkongres
Reviewed by Afrianto Budi
on
Jumat, Juni 15, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini