Otak anak dapat diibaratkan sebagai gelas bersih. Jika air bening
dimasukkan ke dalamnya, air bening itu akan bertahan lama. Sebaliknya, air
bening akan menjadi keruh dan teramat sulit untuk diubah lagi menjadi air
bening. Sekali keruh maka selamanya akan keruh kecuali terjadi penyulingan
intensif. Maka, seyogyanya kita menjaga otak anak agar mereka tidak
memiliki pikiran kotor yang dapat mengganggu konsentrasinya. Jika pikirannya
terganggu, kecil kemungkinan cita-cita diri dan orang tuanya akan dicapai.
Kemarin dan semalam, banyak media memberitakan kasus menyeruaknya
buku-buku porno ke sekolah-sekolah. Konon buku-buku ini dikirim dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Jakarta. Oleh karena itu,
Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota tidak mengetahui berita tentang pengiriman
buku-buku dimaksud. Kepala sekolah selaku pihak penerima pun tidak dapat
menolak kiriman itu. Maka, buku pun langsung dimasukkan dan dijadikan
inventaris perpustakaan sekolah.
Namun, semua orang terperanjat setelah membaca buku-buku itu.
Ternyata beberapa buku berisi konten porno atau menyerempet hal-hal porno.
Seperti yang disiarkan semalam, buku-buku itu berisi kalimat-kalimat yang
dinilai tidak pantas untuk anak-anak SD. Intinya, kalimat-kalimat itu berisi
berciuman itu boleh, berciuman itu tidak akan menyebabkan kehamilan, dan cara
berhubungan intim yang aman dari risiko hamil.
Secara pribadi, saya belum mendapatkan atau memeroleh buku-buku
dimaksud. Saya telah berusaha mencari informasi untuk mendapatkan buku-buku
itu, tetapi teman-temanku tidak memilikinya karena buku itu termasuk buku
proyek. Jadi, buku itu tidak dijual bebas di pasaran. Jika benar buku itu
berisi tentang konten porno, saya berpendapat bahwa Pak Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kecolongan (lagi).
Belumlah hilang ingatan kita tentang kasus LKS di Jakarta yang
dinilai sangat tidak layak untuk konsumsi anak. Masih teringat dengan segar
kasus buku PKn yang mengajarkan komunisme. Masih menjadi perbincangan tentang
buku agama Islam yang mem-visualisasi-kan fisik Nabi Muhammad SAW. Dan kini,
buku porno dikirim dan diberikan kepada anak-anak SD. Mau dijadikan apa
anak-anak kita nantinya jika buku itu telanjur dibacanya?
Mestinya buku diperiksa isinya sebelum disetujui penerbitannya.
Selama saya berkecimpung di dunia kepenulisan, saya memang sering
mendengar semrawutnya manajemen kepengelolaan perbukuan. Konon buku harus
dinilaikan dahulu ke Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Namun, saya
pernah mendengar kabar bahwa buku cukup mendapat ISBN dari Perpustakaan
Nasional. Lalu, saya juga pernah diberi tahu bahwa semua buku merupakan hak
dari Pusat Kurikulum dan Pusat Perbukuan (Puskurbuk) Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Jika semua lembaga rebutan wewenang, maka wajarlah buku-buku itu
tidak terkontrol lagi.
Bukanlah berita baru bahwa buku adalah duit. Semua pintu yang
mengesahkan naskah harus mendapat “upeti” agar penerbitan naskah itu dipermudah.
Tentunya penerbit tidak dapat mengelak dari permintaan itu. Maka, banyak
penerbit tidak lagi memerhitungkan kualitas isi buku, tetapi mengejar kuantitas
naskah. Dan di sinilah petaka itu terjadi: konten porno lolos sensor!
Kini, Pak Mendikbud mestinya segera menyadari bahwa penataan SOTK
alias struktural manajemen eselon 2 harus direvisi. Pak Mendikbud mestinya
memberlakukan efisiensi jabatan seraya memangkas kewenangan beberapa pejabat
eselon dua yang tidak memiliki relevansi dengan buku secara langsung. Semua ini
perlu dilakukan agar kontrol kualitas buku dapat dilakukan lebih mudah. Namun,
apakah Pak Mendikbud berani melakukan gebrakan itu? Kita tunggu….!!
Teriring salam,
Sumber gambar: Sini
Buku Porno Makin Menyebar, Mendikbud Kecolongan?
Reviewed by Afrianto Budi
on
Jumat, Juni 08, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini