nana-podungge.blogspot.com |
Sejak kemaren saya sama ponakan nyari kos-kosan di sekitar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Kebetulan si ponakan ketrima di Kedokteran UGM lewat seleksi jalur Undangan. Susah mati susahnya nyari kos-kosan. Mungkin salahnya si ponakan karena nyari kos pas bulan-bulan kayak gini itu agak mustahil. Udah pada penuh. Tapi dianya baru inget kalau kuliah tuh butuh kos-kosan.
Fenomena yang menarik pas lagi cari kos-kosan adalah ditemukannya banyak kos-kosan di sekitar UNY yang di depan pintu bertuliskan "Terima Kos Puteri Khusus Muslim." Ini adalah salah satu fenomena menarik tentang kehidupan beragama di Indonesia. Ada yang salah dengan non-Muslim? Ada fanatik sempit yang sangat menonjol? Atau ada pengalaman pribadi yang membuat pemilik kos membuat aturan itu? Meskipun itu adalah hak pemilik kos 100%, tetapi ada pola pikir tersembunyi yang sebenarnya sangat menarik untuk ditelusuri.
Fenomena-fenomena di masyarakat memperlihatkan fenomena yang serupa. Dengan mudah kita bisa melihat tulisan-tulisan ini di sekitar kita:
- Selain pemulung dilarang masuk,
- Tidak menerima sumbangan apapun tanpa seizin RT dan RW,
- Tamu harap hapor,
- Awas anjing galak,
- Pagar beraliran listrik, dilarang masuk, dll.
Mungkin ada bisa menemukan beberapa tulisan lain yang berbeda dengan lima contoh "aturan lokal" di atas. Kalau kita amati, sekarang jarang sekali rumah yang tak berpagar, tidak seperti dulu. Apa yang terjadi dengan masyarakat kita?
Saya merasa ada semacam ketertutupan dan ketakutan terhadap lian (orang lain). Pemahaman personal atau pun komunal terhadap sesuatu yang "patut diwaspadai" membuat kita harus membuat batas dan pagar yang tinggi. Tujuan pagar adalah memisahkan yang di dalam dengan yang di luar. Ketakutan yang besar terhadap "yang di luar", "yang berbeda", "yang lain" yang dirasa "patut diwaspadai" tadi semakin hari semakin nampak jelas, salah satunya dengan fenomena "Kos Puteri Khusus Muslim" di atas.
Secara psikologis, rasa percaya seseorang dibangun sejak seorang manusia lahir ke dunia. Bahkan beberapa teori mengatakan bahwa suasana hati seorang ibu saat mengandung juga mempengaruhi kondisi psikologis bayi. Rasa tidak percaya, takut, kecil hati, dan seterusnya adalah luka batin yang akan dibawa hingga dewasa bila tidak disembuhkan. Jika sejak kecil seorang anak ditanamkan ketakutan, tidak percaya, dan antipati terhadap lian, maka bisa dibayangkan bahwa di masa depan seseorang akan sulit menjumpai apa yang disebut dengan rasa saling percaya dan ketulusan dalam persaudaraan.
Hidup di Indonesia memang semakin sulit. Ketakutan terhadap lian justru merusak semangat persaudaraan. Benci ditabur dengan bebas. Fanatik sempir beragama dibiarkan liar oleh pemimpin agama. Hingga akhirnya, Indonesia akan menjadi bangsa yang hangat-hangat tai ayam, negara agama bukan, negara pancasila juga bukan. Lambang Pancasila hanya di ditempel dada, tetapi jiwanya sudah lama tiada.
Kos Puteri Khusus Muslim: Fenomena Apa?
Reviewed by Afrianto Budi
on
Kamis, Juni 21, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini