TEMPO.CO, Jakarta
- Mereka datang dari Pakistan, Afganistan, bahkan Iran. Jumlahnya
ribuan. Sebagian masuk dengan resmi, menumpang pesawat, lalu mendarat di
banyak bandar udara negeri ini. Sebagian lain menyelinap dari Malaysia,
lewat pelabuhan kecil di ujung Pulau Batam, atau pos perbatasan di
Kalimantan. Tujuan mereka satu: mencapai Australia dan mengadu nasib di
sana. Banyak yang berhasil, tak sedikit yang karam dalam perjalanan.
Awal April lalu, sebuah kapal berisi 50 imigran gelap tenggelam di
perairan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Tak banyak yang tahu: ada komplotan tersendiri di balik penyelundupan manusia perahu ini. Mereka beroperasi dalam gelap, dengan jejaring terbentang luas. Kaki tangan mereka ada di kota kecil Quetta, dekat perbatasan Pakistan-Afganistan, sampai Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Memasang tarif ribuan dolar Amerika, merekalah yang mengatur pelarian para pengungsi ilegal ini. Laporan utama Tempo edisi 11 Juni 2012 berjudul "Wajah Sindikat Manusia Perahu" mengungkap salah satu tersangka penyelundup
Salah satu manusia perahu yang berhasil ditemui Tempo adalah Khaliqdad Jamdad. Lelaki ini berasal dari pinggiran Kabul, Afganistan. Dia menjual rumahnya untuk hijrah ke Australia bersama keluarganya. Agen yang sanggup mengatur perjalanan keluarga Khaliqdad bernama Ramazan Ali. Tarifnya US$ 20 ribu (sekitar Rp 186 juta). Dari Afganistan dia menempuh jalan darat sampai Malaysia, lalu menyeberang ke Indonesia dan Australia.
Awal April lalu, mesin kapal yang semestinya membawa dia dan 82 imigran gelap lainnya ke perairan Pulau Christmas, Australia, terbatuk-batuk lalu mati. Dua hari sebelumnya, rombongan Khaliqdad berangkat subuh-subuh dari Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Mereka naik kapal motor bernama Bajini Nassa yang diawaki sejumlah pelaut pribumi yang tak bisa berbahasa Inggris.
Pada hari ketiga, kapal mereka terseret arus ke timur, menjauhi Pulau Christmas. Mereka lalu terdampar di Pantai Wonogoro di Kecamatan Gedangan, Malang, Jawa Timur, ratusan kilometer dari titik keberangkatan. Lelah dan kedinginan, dengan cepat mereka diringkus petugas imigrasi setempat.
Khaliqdad masih beruntung. Sepekan sebelum dia berangkat dari Pangandaran, sebuah kapal lain berlayar dari Denpasar menuju Ashmore Reef, Australia. Mengangkut lebih dari 50 imigran gelap, kapal itu dilaporkan hilang di dekat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah pengungsi ilegal di Indonesia memang meningkat tajam. Sampai Desember 2011 saja, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sudah hampir 4.000 orang. Itu belum termasuk imigran gelap.
Jumlah kapal pengungsi yang sampai ke Australia juga melonjak. Tiga tahun lalu hanya 61 kapal. Setahun berikutnya, jumlah itu melompat dua kali lipat menjadi 134 kapal, yang membawa lebih dari 6.800 orang. Trennya terus naik.
Pemerintah Australia dan Indonesia kerepotan menangani imigran tak diundang ini. Apalagi polisi mencium ada mafia penyelundupan manusia (people smuggling) di balik peningkatan jumlah manusia perahu ini.
"Para penyelundup ini membangun bisnis ilegal dengan memanfaatkan pengungsi dari daerah konflik," kata Johnny Hutauruk, Wakil Kepala Desk Penanganan Penyelundupan Manusia, Pengungsi, dan Pencari Suaka di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, medio Mei lalu.
Tak banyak yang tahu: ada komplotan tersendiri di balik penyelundupan manusia perahu ini. Mereka beroperasi dalam gelap, dengan jejaring terbentang luas. Kaki tangan mereka ada di kota kecil Quetta, dekat perbatasan Pakistan-Afganistan, sampai Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Memasang tarif ribuan dolar Amerika, merekalah yang mengatur pelarian para pengungsi ilegal ini. Laporan utama Tempo edisi 11 Juni 2012 berjudul "Wajah Sindikat Manusia Perahu" mengungkap salah satu tersangka penyelundup
Salah satu manusia perahu yang berhasil ditemui Tempo adalah Khaliqdad Jamdad. Lelaki ini berasal dari pinggiran Kabul, Afganistan. Dia menjual rumahnya untuk hijrah ke Australia bersama keluarganya. Agen yang sanggup mengatur perjalanan keluarga Khaliqdad bernama Ramazan Ali. Tarifnya US$ 20 ribu (sekitar Rp 186 juta). Dari Afganistan dia menempuh jalan darat sampai Malaysia, lalu menyeberang ke Indonesia dan Australia.
Awal April lalu, mesin kapal yang semestinya membawa dia dan 82 imigran gelap lainnya ke perairan Pulau Christmas, Australia, terbatuk-batuk lalu mati. Dua hari sebelumnya, rombongan Khaliqdad berangkat subuh-subuh dari Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Mereka naik kapal motor bernama Bajini Nassa yang diawaki sejumlah pelaut pribumi yang tak bisa berbahasa Inggris.
Pada hari ketiga, kapal mereka terseret arus ke timur, menjauhi Pulau Christmas. Mereka lalu terdampar di Pantai Wonogoro di Kecamatan Gedangan, Malang, Jawa Timur, ratusan kilometer dari titik keberangkatan. Lelah dan kedinginan, dengan cepat mereka diringkus petugas imigrasi setempat.
Khaliqdad masih beruntung. Sepekan sebelum dia berangkat dari Pangandaran, sebuah kapal lain berlayar dari Denpasar menuju Ashmore Reef, Australia. Mengangkut lebih dari 50 imigran gelap, kapal itu dilaporkan hilang di dekat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah pengungsi ilegal di Indonesia memang meningkat tajam. Sampai Desember 2011 saja, jumlah pengungsi dan pencari suaka di Indonesia sudah hampir 4.000 orang. Itu belum termasuk imigran gelap.
Jumlah kapal pengungsi yang sampai ke Australia juga melonjak. Tiga tahun lalu hanya 61 kapal. Setahun berikutnya, jumlah itu melompat dua kali lipat menjadi 134 kapal, yang membawa lebih dari 6.800 orang. Trennya terus naik.
Pemerintah Australia dan Indonesia kerepotan menangani imigran tak diundang ini. Apalagi polisi mencium ada mafia penyelundupan manusia (people smuggling) di balik peningkatan jumlah manusia perahu ini.
"Para penyelundup ini membangun bisnis ilegal dengan memanfaatkan pengungsi dari daerah konflik," kata Johnny Hutauruk, Wakil Kepala Desk Penanganan Penyelundupan Manusia, Pengungsi, dan Pencari Suaka di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, medio Mei lalu.
Sumber Tempo.co
Menelusuri Sindikat Manusia Perahu
Reviewed by Afrianto Budi
on
Senin, Juni 11, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini