banner image

“Sarimi” dan phobia Kristenisasi

muslimdaily.net
Isu Kristenisasi sebenarnya masih menjadi isu hangat di masyarakat kita. Ada pembagian sembako, ah itu kristenisasi. Ada pengobatan gratis, ah itu kristenisasi. Mungkin kalau 3 besar Indonesian Idol nanti Regina, Sean, dan Dion, ah itu kristenisasi. Sepobhia itukah terhadap Kristenisasi?
Entah kapan isu ini muncul, tidak terdokumentasi dengan baik oleh otak saya. Yang jelas isu ini menjadi sering muncul setelah tahun 1998, yaitu saat tumbangnya orde baru dan bangkitnya orde reformasi. Harus diakui bahwa sentimen beragama tumbuh subur berkat reformasi. Siapapun boleh mengoreksi kalau salah.
Tidak bisa dipungkiri ini adalah ketakutan yang wajar. Tidak ada yang rela apabila saudaranya seiman berpindah keyakinan. Setiap orang juga sadar bahwa iman adalah pilihan. Agama menjadikan orang yang memeluknya sebagai identitas diri sebagai seorang mahluk sosial sekaligus mahluk religius.
Lima tahun yang lalu, sebagai wujud syukur atas HUT Indonesia teman-teman muda Katolik berniat untuk mengadakan bakti sosial dengan membagikan sembako gratis untuk warga sekitar yang memang kurang mampu. Data penduduk kurang mampu kami dapatkan dari ketua RT dan RW setempat. Terkumpullah sekitar 50 keluarga yang kurang mampu. Dengan menggunakan sumbangan umat serta uang parkir yang didapat setiap minggunya, akhirnya pada hari H, 50 keluarga itu didatangi rumahnya dan diberi bingkisan sembako yang berisi sarimi, gula, minyak, dan beras. Mereka sangat senang dan berterimakasih.
Dua hari setelah pembagian sembako itu, kami terkejut karena 50 bingkisan itu kembali diantarkan oleh keluarga-keluarga itu ke sekretariat gereja. “Maaf mas, kami tidak bisa menerimanya.” Hanya itu alasannya. Bisik-bisik tetangga, mereka mengembalikan bingkisan karena “hasutan” dari oknum tertentu dan menuduh tindakan itu sebagai kristenisasi.
Apakah Gereja Katolik menyuruh umatnya untuk melakukan kristenisasi (dalam arti membujuk agar pindah ke agama katolik)? Tidak. Kalau Anda tidak percaya, bukalah dokumen utama gereja: Dokumen Konsili Vatikan II, Kitab Hukum Kanonik, Ensiklopedi Gereja, hingga Tafsir Kitab Suci. Tak ada satupun perintah untuk melakukan kristenisasi.
Kalau Anda masih tidak percaya, datanglah ke salah satu gereja Katolik (jangan gereja lain), di manapun, dengarkanlah kotbah dan doa-doa dalam perayaan Ekaristi. Kalau ada perintah untuk mengkristenkan umat lain, kirim rekamannya ke saya dan kalau terbukti benar saya berani dicambuk pantatnya deh. Bahkan, dalam Ekaristi tak pernah disinggung soal agama lain.
Lalu apakah perintah Yesus ‘Baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Mat 28:19)” juga bukan sebagai perintah untuk melakukan Kristenisasi pada zaman ini? Tidak. Rasa saya Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II tidak menerjemahkan ini sebagai perintah untuk melakukan kristinanisasi. Gereja mengajarkan kepada umatnya untuk menjadikan cara hidup Kristus sebagai cara hidup orang Kristen: mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama sebagai hukum kasih yang utama. Cukuplah semua orang yang berjumpa dengan orang kristen merasakan kasih dan cinta dan kebaikan Allah, orang Kristen telah melaksanakan perutusan universalitasnya.
Maka sebenarnya tidak perlu phobia pada pembagian sembako atau sebatas pembagian sarimi. Tidak perlu tindakan itu dituding-tuding sebagai Kristenisasi. Bahwa iman adalah sebuah panggilan hidup, marilah kita menyadarinya. Bahwa kalau ada orang setelah membaca tulisan saya ini menjadi Katolik, sungguh itu merupakan gerakan iman yang dinamis. Tapi sungguh Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II tidak pernah menyuruh umatnya untuk melakukan kristenisasi seperti yang dituduhkan. Sayang sekali kalau hanya dengan sarimi, ada ketakutan besar terhadap kristenisasi.
“Sarimi” dan phobia Kristenisasi “Sarimi” dan phobia Kristenisasi Reviewed by Afrianto Budi on Senin, Juni 11, 2012 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini

Diberdayakan oleh Blogger.