NUSA DUA, KOMPAS.com - Meskipun Undang-undang No.24 tahun 2011 mengamanatkan Jaminan Sosial Nasional sudah dimulai pada 1 Januari 2014, namun hingga saat ini pemerintah belum menetapkan besaran premi asuransi yang harus dibayarkan masyarakat.
Berdasarkan hitungan aktuaria yang dilakukan Dewan Jaminan Sosial Nasional jumlah besaran premi untuk mereka yang sekarang termasuk penerima Jamkesmas adalah Rp 27.000 per orang per bulan yang dibayarkan oleh pemerintah. Sementara itu, untuk pekerja sektor formal dan non formal, jumlah premi disesuaikan dengan prosentase gaji dengan pembagian 2 persen dibayar pekerja dan 3 persen dibayar pemilik perusahaan.
"Pengelolaan SJSN ini bersifat pola asuransi sosial. Bergotong-royong yang sehat harus membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin," kata Direktur Utama PT Askes, Gede Subawa saat memberikan keynote speech di acara seminar 'Jaminan Kesehatan Nasional yang Ditunggu Semua Orang' di Nusa Dua, Bali, Kamis (4/7/2012).
Ia mengungkapkan, manfaat yang akan diterima setiap peserta jaminan kesehatan nasional minimal akan sama dengan peserta Askes saat ini. "Dari aspek medis semua peserta menerima manfaat yang sama, namun dari sisi non medis mungkin ada perbedaan kelas perawatan. Yang membayar lebih tinggi tentu berhak dirawat di kelas 1 atau VIP," paparnya.
Pembahasan jumlah premi, menurut wakil menteri kesehatan Ali Gufron Mukti, secara intensif terus dilakukan antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan. "Saat ini anggaran untuk Jamkesmas per orang adalah Rp 6.500 per orang, nantinya dalam SJSN naik menjadi Rp 27.000. Dengan jumlah 96,7 juta penduduk yang ditanggung maka anggarannya akan naik menjadi Rp 54 triliun dari sebelumnya Rp 7,4 triliun per tahun. Makanya Kemenkeu masih belum setuju," kata Ali Gufron dalam kesempatan yang sama.
Ia menambahkan, tidak mungkin jika pada tahun 2014 semua penduduk disamakan paketnya dengan peserta Askes. "Belum lagi para pekerja yang tadinya tidak perlu bayar iuran kesehatan kini harus bayar. Mereka belum sepakat. Serikat pekerja minta masa transisi 1-2 tahun," katanya.
Ali menyampaikan agar kebijakan SJSN disesuaikan dengan kemampuan pemerintah dan kemampuan masyarakat. "Boleh idealis tapi tetap harus realistis," imbuhnya.
Untuk terwujudnya SJSN, Gede Subawa mengungkapkan pemerintah harus menunjukkan komitmennya. "Kalau memang ada komitmen, harusnya bisa menambah anggaran kesehatan. Kami juga akan terus menggiatkan diskusi mengenai hal ini dengan Kemenkeu," terangnya.
Haris Eko Santoso, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional mengungkapkan bahwa perhitungan premi Rp 27.000 sudah dihitung berdasar kebutuhan riil kesehatan. "Angka premi yang benar harus dihasilkan dari data yang benar. Bukan angka asal-asalan," ujarnya.
Pemerintah juga diminta menyadari bahwa anggaran kesehatan bukan membuang uang tetapi perlu dianggap sebagai investasi bagi kemajuan bangsa.
Sumber: kompas.com
Sent from BudiaanBerry® on 3
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini