Masih omong soal Lady Gaga? Aduuuh, apa lagi sih yang
mau dibicarakan? Saya sendiri sudah bingung setelah isi otak saya sudah
saya tuangkan dalam tiga tulisan saya semuanya di hari ini. Semacam
selesai masa-masa diare, lega sudah. Tapi apakah ada perkembangan?
Polisi belum memberi izin. Saya sudah membayangkan dan berimajinasi dan
sangat pasti yakin kalau konser jadi digelar, FPI dan sekutunya dengan
tanpa rasa bersalah akan menyerang habis-habisan para penonton. Polisi
kalang kabut. Akan terjadi saling menyalahkan. FPI dan sekutunya tidak
mau disalahkan. Polisi tidak mau sepenuhnya disalahkan. Apalagi
penonton, apa pantas mereka disalahkan. Jadi wajar kalau polisi terkesan
takut tidak berani memberi izin, dan saya pikir memang takut terjadi
pertumbahan darah di rumput hijau itu.
Hanya bila konser tidak jadi digelar, pelajaran apa yang bisa kita petik? Pertama, menjadi sangat gamblang siapakah Indonesia itu. Indonesia memang benar-benar negara yang keramat. Negara keramat bukan berarti isinya adalah orang-orang suci dari ujung peci sampai ujung kaki sehingga tidak ada hawa-hawa potensi “non-sancta” (yang tidak suci) yang boleh masuk. Negara keramat bisa juga diartikan karena Indonesia tidak ramah dengan tamu dari Barat. Barat yang tidak terlalu mengenal budaya magis, tentu bisa menyebut Indonesia negara keramat.
Kedua, koruptor lebih dikasihi daripada Lady Gaga atau artis Barat sejenisnya. Saya belum pernah mendengar koruptor dipenjara seumur hidup, tetapi Lady Gaga dan sejenisnya terancam tidak dapat bertamu di Indonesia seumur hidup selama belahan dadanya masih bisa dilihat oleh para pemuka agama. Padahal, kalau boleh jujur, saya lebih suka Lady Gaga bertamu di Indonesia daripada koruptor hidup dan cari makan di Indonesia.
Ketika, sangat kelihatan kalau negara sangat takut bersinggungan dengan sabda MUI daripada semangat ruh Pancasila. Maka kita tidak perlu berharap ada presiden tanpa mengenakan peci di Indonesia. Masalahnya bukan di “peci”. Masalahnya adalah bahwa negara tidak bisa berbuat apa-apa ketika sang ulama bersabda. Kalau begitu, Undang Undang kita tidak punya taring untuk menghadapi seekor tomcat sekalipun.
Keempat, media bertaburan penghasilan karena rating meningkat ketika berdiskusi soal Lady Gaga. Bisa dibayangkan kalau seorang tokoh pernah mengusulkan agar gaji karyawan media televisi berada para kisaran Rp. 5.000.000, hampir lebih tinggi 50% dari pegawai negeri sipil golongan pertama yang dibayar oleh negara.
Kelima, saya tidak suka penampilan Lady Gaga. Saya pun tidak berminat menontonnya. Tapi saya tidak menolak Lady Gaga cari makan di Indonesia. (mulai lagi deh.. :p)
Hanya bila konser tidak jadi digelar, pelajaran apa yang bisa kita petik? Pertama, menjadi sangat gamblang siapakah Indonesia itu. Indonesia memang benar-benar negara yang keramat. Negara keramat bukan berarti isinya adalah orang-orang suci dari ujung peci sampai ujung kaki sehingga tidak ada hawa-hawa potensi “non-sancta” (yang tidak suci) yang boleh masuk. Negara keramat bisa juga diartikan karena Indonesia tidak ramah dengan tamu dari Barat. Barat yang tidak terlalu mengenal budaya magis, tentu bisa menyebut Indonesia negara keramat.
Kedua, koruptor lebih dikasihi daripada Lady Gaga atau artis Barat sejenisnya. Saya belum pernah mendengar koruptor dipenjara seumur hidup, tetapi Lady Gaga dan sejenisnya terancam tidak dapat bertamu di Indonesia seumur hidup selama belahan dadanya masih bisa dilihat oleh para pemuka agama. Padahal, kalau boleh jujur, saya lebih suka Lady Gaga bertamu di Indonesia daripada koruptor hidup dan cari makan di Indonesia.
Ketika, sangat kelihatan kalau negara sangat takut bersinggungan dengan sabda MUI daripada semangat ruh Pancasila. Maka kita tidak perlu berharap ada presiden tanpa mengenakan peci di Indonesia. Masalahnya bukan di “peci”. Masalahnya adalah bahwa negara tidak bisa berbuat apa-apa ketika sang ulama bersabda. Kalau begitu, Undang Undang kita tidak punya taring untuk menghadapi seekor tomcat sekalipun.
Keempat, media bertaburan penghasilan karena rating meningkat ketika berdiskusi soal Lady Gaga. Bisa dibayangkan kalau seorang tokoh pernah mengusulkan agar gaji karyawan media televisi berada para kisaran Rp. 5.000.000, hampir lebih tinggi 50% dari pegawai negeri sipil golongan pertama yang dibayar oleh negara.
Kelima, saya tidak suka penampilan Lady Gaga. Saya pun tidak berminat menontonnya. Tapi saya tidak menolak Lady Gaga cari makan di Indonesia. (mulai lagi deh.. :p)
Masih omong soal Lady Gaga?
Reviewed by Afrianto Budi
on
Kamis, Mei 17, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini