- Empat. Pengaruh Kemunculan Agama. Perbedaan agama karena faktor kemunculan, misalnya jika memahami Agama muncul sebagai tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah, berbeda dengan pemahaman yang lain [misalnya, agama diturunkan Allah kepada manusia]. Pada konteks ini, TUHAN Allah lebih dulu menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara, kemudian manusia menanggapi sesuai sikon hidup dan kehidupannya. Tanggapan manusia tersebut dapat berupa penyebutan nama TUHAN yang berbeda-beda sesuai bahasa yang dipakai komunitas; cara-cara berdoa, memuji, berkorban, menyembah; konsep alasan berbuat baik; hubungan antara manusia; dan lain-lain. Agama muncul karena diturunkan langsung oleh Allah, tentu saja berbeda dengan pandangan bahwa agama merupakan tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN. Pada konteks ini, Allah menurunkan agama dari Surga kepada umat manusia melalui orang-orang yang dipakai khusus oleh-Nya. Turunnya agama tersebut, diikuti atau bersamaan dengan berbagai hukum dan peraturan yang dipercayai sebagai kata-kata dari Allah. Dengan itu, manusia atau umat harus mengikuti semua hukum dan peraturan agama sebagaimana yang diturunkan Allah. Manusia atau umat tidak boleh memodifikasikan hal-hal yang diturunkan tersebut sesuai dengan konteks hidup dan kehidupannya.
- Lima. Pengaruh Penyebutan Nama Sang Ilahi. Pada agama selalu ada pribadi yang supra natural yang menjadi pusat serta tujuan penyembahan umat serta sumber segala sesuatu. Penyebutan nama Sang Ilahi ini biasanya sesuai dengan konteks sosio-kultural [terutama bahasa] yang ada pada komunitas masyarakat. Misalnya, masyarakat Timur Tengah Kuno menyebut-Nya dengan sebutan El; masyarakat Yahudi menyebut-Nya dengan sebutan TUHAN (YHWH); masyarakat Arab menyebut-Nya sebagai Allah; masyarakat Yunani menyebut-Nya sebagai Theos; masyarakat berbahasa Inggris menyebut-Nya sebagai God; bahkan ada kelompok masyarakat yang menyebut-Nya dengan sebutan Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan lain-lain. Dalam banyak hal, perbedaan penyebutan nama, diikuti dengan cara-cara atau bentuk penyembahan. Misalnya, cara menyembah kepada El tentu saja sangat berbeda dengan pola penyembahan kepada Debata; atau pun cara menyembah kepada TUHAN, tentu saja berbeda ketika membawa korban untuk para kepada Dewa/i; dan seterusnya.
- Enam. Pengaruh Perbedaan Memaknai Kata Agama. Pemahaman tentang kata agama tidak lagi terbatas pada maknanya (yaitu tidak kacau), tetapi telah diisi dengan berbagai muatan yang memperkaya pengertiannya. Agama tidak lagi dimengerti sebagai pagar pembatas sehingga tidak kacau ketika menyembah Ilahi, namun diisi penuh dengan unsur-unsur yang membuat perbedaan satu sama lain. Misalnya, jika agama dimengerti sebagai cara-cara yang dilakukan manusia ketika menyembah sesuatu yang dipercayai berkuasa terhadap hidup dan kehidupan manusia serta alam semesta; maka perbedaan agama terletak pada cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia. Demikian juga, jika agama dipahami sebagai yang diturunkan Allah, maka akan berbeda dengan pemahaman bahwa agama merupakan upaya manusia menanggapi penyataan TUHAN, ataupun sebagai salah satu hasil kebudayaan, dan seterusnya.
- Tujuh. Pengaruh Ikon atau Lambang Keagamaan. Agama sebagai pengembangan dari bentuk penyembahan sederhana dalam komunitas suku dan sub-suku, juga mempunyai benda-benda sebagai lambang keagamaan. Lambang-lambang keagamaan tersebut digunakan sebagai tanda atau indentitas yang membedakan agama-agama; dan kadangkala diberlakukan sebagai benda suci serta sakral yang harus dihormati oleh umat beragama. Misalnya, salib hanya digunakan dalam agama Kristen; gambar bulan-bintang serta aksara Arab, hanya digunakan oleh agama Islam; gambar atau lambang Kaabah, hanya digunakan dalam agama Islam; rosario hanya digunakan pada agama Kristen Katolik; demikian juga tasbih, hanya digunakan dalam agama Islam, dan lain-lain. Namun, lambang-lambang keagamaan digunakan oleh umat beragama bukan sekedar sebagai tanda beragama, melainkan simbol-simbol perbedaan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.
- Delapan. Pengaruh Sosiologi Agama. Dari sudut pandang sosiologi, agama adalah suatu sistem dan fenomena sosial yang dipraktekkan oleh penganut-penganutnya dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Agama hanya sekedar sistem sosial pada ruang lingkup tertentu dalam masyarakat. Jadi, jika di dunia terdapat banyak komunitas masyarakat yang karakteristiknya bermacam-macam, maka ada juga aneka ragam sistem sosial di dalamnya. Karena agama sebagai sistem sosial, maka tentu saja selalu mempunyai perbedaan satu dengan yang lain. Berdasarkan pandangan seperti ini, maka agama Kristen yang muncul di Palestina (di tengah sistem sosial masyarakat Palestina), tentu saja berbeda dengan Islam di jazirah Arab (yang muncul di tengah-tengah sistem sosial masyarakat Arab); atau berbeda juga dengan agama Hindu dan Budha di India, serta berbeda pula dengan Kong Hu Cu di China, dan seterusnya. Agama muncul di tengah keragaman lingkungan sosial masyarakat. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan, bahwa keragaman tersebut mempengaruhi agama (dan saling mempengaruhi satu sama lain). Ketika agama berkembang melintasi batas-batas geografis dan budaya, maka pengaruh-pengaruh (ketika agama muncul) tersebut ikut tersebar.
Oleh: Abah Jappy Pellokila
Sumber: Kompasiana
Hal-hal yang Merusak Agama di Nusantara II
Reviewed by Afrianto Budi
on
Kamis, Juni 14, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini