Ada kisah unik dan menarik antara Gusdur dengan KH
Tolchah Mansur mengenai Islam sebagai azaz sebuah negara. Gusdur dalam
diskusi tersebut mengatakan bahwa Pancasila telah merefleksikan prinsip2
negara, dan Ia -Pancasila- telah mencangkup seluruh nilai2 yang
dikandung oleh Islam. Oleh karenanya negara Islam tidak diperlukan lagi.
Gusdur, sebagaimana yang telah diketahui, merupakan salah satu figur penting dalam menolak keberadaan Islam sebagai konsep suatu negara di Indonesia. Bagi Gusdur, Pancasila adalah harga mati yang tak bisa ditawar kembali. Bahkan dalam sebuah artikel, Gusdur sempat mempertanyakan bahwa punyakah Islam konsep kenegaraan?.
Dalam artikel tersebut, Gusdur mengutip pendapat dari Ali Abdul Raziq, salah seorang cendikiawan Mesir, yang menyangkal adanya kerangka kenegaraan dalam Islam. Dalam buku bertitel “Islam And The Bases Of Power”, Ali Abdul Raziq menyatakan bahwa Alquran tidak pernah menyebut-nyebut sebuah negara Islam (Daulah Islamiyyah). Alquran hanya menyebut “negara yang baik, penuh pengampunan Tuhan”, (Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur).
Dengan demikian, Ali Abdul Raziq menerima gagasan sekularisasi. Agama baginya tidak memiliki sangkut paut dengan kenegaraan. Ali Abdul Raziq mengemukakan tiga argumen kuat yang menjadi kerangka berfikirnya, yaitu Pertama; Dalam Alquran tidak pernah ada doktrin. Kedua; Perilaku nabi Saww yang tidak mencerminkan watak politis. Ketiga: Nabi Muhammad Saww tidak pernah merumuskan secara definitif mekanisme penggantian pejabatnya. Kalau memang Nabi Saww menghendaki berdirinya negara Islam, Nabi tentu akan merumuskan suksesi kepemimpinan dan peralihan kekuasaan secara formal.
Ali tidak sendiri. Tercatat Qamarudin Khan, seorang ulama asal Pakistan, dengan kritis mengajukan pandangannya bahwa teori politik kaum Muslim tidak diambil dari Alquran dan Hadist, melainkan dari keadaan dan kenyataan bahwa negara tidak perlu dipaksakan “berwajah Ilahiyyah”. Bahkan mantan Presiden Libya, seperti yang dikutip oleh Eickelmann, pernah berkata; Kenabian tidak ada hubungannya dengan politik atau negara. Ketika kita berurusan dengan politik, maka yang supernatural menjadi tidak relavan.
Lebih lanjutnya, Gusdur mempersoalkan masalah kesulitan teknis definisi dari konsep negara Islam. Mengingat belum adanya kesamaan pemahaman atas istilah2 yang digunakan. Sebagai misal, apakah yang dimaksud dengan pandangan Islam tentang Negara. Apakah hanya menyangkut nilai2 dasar yang melandasi berdirinya sebuah negara?, atau norma2 formal yang mengatur kehidupan di dalamnya?, atau kelembagaan yang ditegakkan di dalamnya?, atau -bahkan- gabungan dari ketiga-tiganya?. Kerancuan dan perbedaan pandangan mengenai konsep negara Islam inilah yang melandasi kita menolak negara Islam.
Pandangan Gusdur ini selaras dengan Bung Karno. Tercatat Bung Karno pernah berpidato: Kita akan membakar seluruh rakyat dengan apinya Islam, sampai setiap putusan parlemen diresapi oleh semangat dan jiwanya Islam. Tampaknya Soekarno hanya menangkap sebagai semangat, dan bukan Islamnya itu sendiri. Dapat dipastikan, bagi Bung Karno, slogan “kembali kepada Alquran dan Hadist” adalah kembali kepada nilai2 luhur yang dikandung oleh Alquran dan Hadist, dan bukan kembali ke masa silam. Seperti tercermin dalam perkataan Bung Karno; bahwa Islam harus mengejar ketertinggalannya seribu tahun, bukan kembali ke zaman Khalifah.
Agaknya sebelum kita bermaksud mendirikan negara Islam, kita harus menimbang rumusan tentang konsep apa yang akan dipakai pada negara Islam andaikata terwujud. Kemudian dasar apa yang tersurat dalam Alquran dan hadist yang secara tegas menyatakan akan wajibnya keberadaan negara berazazkan Islam. Piagam Madinah yang selama ini sering ditunjuk sebagai dasar pendirian negara Islam-pun hendaknya kita kaji ulang. Apakah piagam Madinah tersebut sebagai dasar pendirian negara Islam di Madinah atau nota kesepahaman antara nabi Saww dengan para penduduk Madinah untuk hidup berdampingan dengan Islam.
Kiranya, kita kembali kepada kisah di awal artikel ini, bahwa Pancasila telah mencakup nilai2 yang diperjuangkan oleh Islam, mengapa kita harus mendirikan negara Islam?. Bukankah Islam telah berada di dalam butir2 Pancasila dan Pancasila sendiri telah mengakomodir nilai2 Islam yang universal.
Ditulis oleh: Dewa Gilang
Sumber
Gusdur, sebagaimana yang telah diketahui, merupakan salah satu figur penting dalam menolak keberadaan Islam sebagai konsep suatu negara di Indonesia. Bagi Gusdur, Pancasila adalah harga mati yang tak bisa ditawar kembali. Bahkan dalam sebuah artikel, Gusdur sempat mempertanyakan bahwa punyakah Islam konsep kenegaraan?.
Dalam artikel tersebut, Gusdur mengutip pendapat dari Ali Abdul Raziq, salah seorang cendikiawan Mesir, yang menyangkal adanya kerangka kenegaraan dalam Islam. Dalam buku bertitel “Islam And The Bases Of Power”, Ali Abdul Raziq menyatakan bahwa Alquran tidak pernah menyebut-nyebut sebuah negara Islam (Daulah Islamiyyah). Alquran hanya menyebut “negara yang baik, penuh pengampunan Tuhan”, (Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur).
Dengan demikian, Ali Abdul Raziq menerima gagasan sekularisasi. Agama baginya tidak memiliki sangkut paut dengan kenegaraan. Ali Abdul Raziq mengemukakan tiga argumen kuat yang menjadi kerangka berfikirnya, yaitu Pertama; Dalam Alquran tidak pernah ada doktrin. Kedua; Perilaku nabi Saww yang tidak mencerminkan watak politis. Ketiga: Nabi Muhammad Saww tidak pernah merumuskan secara definitif mekanisme penggantian pejabatnya. Kalau memang Nabi Saww menghendaki berdirinya negara Islam, Nabi tentu akan merumuskan suksesi kepemimpinan dan peralihan kekuasaan secara formal.
Ali tidak sendiri. Tercatat Qamarudin Khan, seorang ulama asal Pakistan, dengan kritis mengajukan pandangannya bahwa teori politik kaum Muslim tidak diambil dari Alquran dan Hadist, melainkan dari keadaan dan kenyataan bahwa negara tidak perlu dipaksakan “berwajah Ilahiyyah”. Bahkan mantan Presiden Libya, seperti yang dikutip oleh Eickelmann, pernah berkata; Kenabian tidak ada hubungannya dengan politik atau negara. Ketika kita berurusan dengan politik, maka yang supernatural menjadi tidak relavan.
Lebih lanjutnya, Gusdur mempersoalkan masalah kesulitan teknis definisi dari konsep negara Islam. Mengingat belum adanya kesamaan pemahaman atas istilah2 yang digunakan. Sebagai misal, apakah yang dimaksud dengan pandangan Islam tentang Negara. Apakah hanya menyangkut nilai2 dasar yang melandasi berdirinya sebuah negara?, atau norma2 formal yang mengatur kehidupan di dalamnya?, atau kelembagaan yang ditegakkan di dalamnya?, atau -bahkan- gabungan dari ketiga-tiganya?. Kerancuan dan perbedaan pandangan mengenai konsep negara Islam inilah yang melandasi kita menolak negara Islam.
Pandangan Gusdur ini selaras dengan Bung Karno. Tercatat Bung Karno pernah berpidato: Kita akan membakar seluruh rakyat dengan apinya Islam, sampai setiap putusan parlemen diresapi oleh semangat dan jiwanya Islam. Tampaknya Soekarno hanya menangkap sebagai semangat, dan bukan Islamnya itu sendiri. Dapat dipastikan, bagi Bung Karno, slogan “kembali kepada Alquran dan Hadist” adalah kembali kepada nilai2 luhur yang dikandung oleh Alquran dan Hadist, dan bukan kembali ke masa silam. Seperti tercermin dalam perkataan Bung Karno; bahwa Islam harus mengejar ketertinggalannya seribu tahun, bukan kembali ke zaman Khalifah.
Agaknya sebelum kita bermaksud mendirikan negara Islam, kita harus menimbang rumusan tentang konsep apa yang akan dipakai pada negara Islam andaikata terwujud. Kemudian dasar apa yang tersurat dalam Alquran dan hadist yang secara tegas menyatakan akan wajibnya keberadaan negara berazazkan Islam. Piagam Madinah yang selama ini sering ditunjuk sebagai dasar pendirian negara Islam-pun hendaknya kita kaji ulang. Apakah piagam Madinah tersebut sebagai dasar pendirian negara Islam di Madinah atau nota kesepahaman antara nabi Saww dengan para penduduk Madinah untuk hidup berdampingan dengan Islam.
Kiranya, kita kembali kepada kisah di awal artikel ini, bahwa Pancasila telah mencakup nilai2 yang diperjuangkan oleh Islam, mengapa kita harus mendirikan negara Islam?. Bukankah Islam telah berada di dalam butir2 Pancasila dan Pancasila sendiri telah mengakomodir nilai2 Islam yang universal.
Ditulis oleh: Dewa Gilang
Sumber
Telaah Ulang Antara Negara Islam dan Pancasila
Reviewed by Afrianto Budi
on
Selasa, Juni 05, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini