Sebelumnya, saya tidak bermaksud menuliskan ini untuk
mengajak pembaca berdiskusi mana yang benar dan mana yang salah. Dalam
konteks dialog dan toleransi umat beragama, rasanya kita harus mulai
terbuka pada realitas perbedaan yang nyata. Kalau berbeda, jangan
dianggap sama. Apalagi kalau anggapan sama itu dijadikan landasan untuk
bertoleransi dan membangun dialog yang sehat.
Yesus dan Nabi Isa itu sungguh beda, maka sangat rapuh kalau anggapan bahwa kesamaan di antara keduanya dijadikan landasan dialog maupun toleransi hidup beragama. Kenapa rapuh? Karena secara tekstual-biblis sangat berbeda.
Perbedaan itu dapat dimulai dari segi kelahiran. Dalam keempat Injil resmi Kristen yang ditulis hingga tahun 100 Masehi, jelas-jelas dikatakan bahwa Yesus lahir dari seorang perawan Maria. (Keperawanan ini tidak perlu diperdebatkan dan dicibir karena toh sudah menjadi dogma Gereja, harap dimengerti). Yesus lahir pada masa pemerintahan Pontius Pilatus, ketika Romawi menguasai Yahudi sekitar 30 tahun SM.
Nabi Isa yang dituliskan dalam Al-Quran lahir dari seorang yang bernama Maryam, saudara Harun. Jelas bahwa dalam Alkitab, Harun hidup pada masa Nabi Musa. Padahal Musa hidup ribuan tahun sebelum Yesus lahir. Silsilahnya saya jepret dari wikipedia di bawah ini:
Sekali lagi, mengenai kelahiran, Yesus jauh berbeda dengan Nabi Isa. Nama yang mirip antara Isa dan Yesus, maupun nama yang mirip antara Maria dan Maryam bukan menjadi landasan yang valid secara historis-biblis untuk mengatakan bahwa mereka sama.
Banyak Injil Apokrip-Gnostik yang menuliskan tentang kelahiran, hidup, dan juga kematian Yesus. Injil apokrip ada sejak ratusan tahun setelah Yesus wafat. Injil-injil tersebut antara lain: Thomas, Yudas, Yakobus, Barnabas, dan Filip. Dilihat secara historis saja, sangat sulit bagi kanonisasi Kristen untuk menerima injil-injil apokrip tersebut. Apalagi dilihat dari segi isinya, jauh beda.
Islam yang diwahyukan pada abad ke V-VI Masehi meletakkan Isa yang jalan ceritanya sangat mirip dengan kisah Yesus. Bedanya sangat jelas bahwa Yesus tidak mati disalib, tetapi digantikan oleh Allah dengan orang yang mirip dengannya. Kisah ini tentu berbeda jauh dengan alkitab yang sudah lama dikanonisasi oleh Gereja abad-abad pertama. Kisah Yesus tidak mati disalib justru lebih dekat dengan injil gnostik dalam bahasa koptik yang ditemukan di Mesir di perpustakaan Chenoboskion yang lebih dikenal di lokasi Nag Hamadi di tepi sungai Nil di Mesir. Meski demikian saya tidak akan jauh melantur dan tidak berani menghubung-hubungkan injil gnostik dengan apa yang ditulis dalam Al-Quran mengenai Nabi Isa.
Banyak sekali penjelasan historis-biblis-teologis yang bisa digunakan untuk menganalisa perbedaan Yesus dengan Nabi Isa. Dan memang, kedua tokoh ini berbeda secara teks dan konteks. Perbedaan itu juga dijumpai dalam pemberian gelar Nabi pada beberapa tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Yang paling jelas adalah Nabi Adam yang dalam Islam dijadikan nabi sebagai sosok historis, tetapi justru dalam Yahudi-Kristen-Katolik, Adam bukanlah sosok historis. Tokoh Adam-Hawa hendak memperlihatkan bahwa manusia adalah ciptaan yang secitra dengan Allah dan kepada manusialah Allah meletakkan “hukum”nya.
Begitu banyak hal yang mirip tetapi berbeda di antara Kristen (juga harus dibedakan antara Katolik dan Protestan). Maka menjadi hal yang rapuh apabila kita menjadikan kesamaan yang samar ini sebagai landasan untuk berdialog dan bertoleransi antar agama. Alangkah lebih baik kalau dialog dan toleransi bukan didasari oleh persamaan yang samar-samar dan rapuh, tetapi didasari oleh hal yang konkret, yaitu sifat sosial dan kemanusiaan kita; sama-sama menghadapi demoralisasi yang sama, kemiskinan yang sama, korupsi yang sama, dan Indonesia yang sama.
Semoga memberikan inspirasi baru dalam berdialog.
Yesus dan Nabi Isa itu sungguh beda, maka sangat rapuh kalau anggapan bahwa kesamaan di antara keduanya dijadikan landasan dialog maupun toleransi hidup beragama. Kenapa rapuh? Karena secara tekstual-biblis sangat berbeda.
Perbedaan itu dapat dimulai dari segi kelahiran. Dalam keempat Injil resmi Kristen yang ditulis hingga tahun 100 Masehi, jelas-jelas dikatakan bahwa Yesus lahir dari seorang perawan Maria. (Keperawanan ini tidak perlu diperdebatkan dan dicibir karena toh sudah menjadi dogma Gereja, harap dimengerti). Yesus lahir pada masa pemerintahan Pontius Pilatus, ketika Romawi menguasai Yahudi sekitar 30 tahun SM.
Nabi Isa yang dituliskan dalam Al-Quran lahir dari seorang yang bernama Maryam, saudara Harun. Jelas bahwa dalam Alkitab, Harun hidup pada masa Nabi Musa. Padahal Musa hidup ribuan tahun sebelum Yesus lahir. Silsilahnya saya jepret dari wikipedia di bawah ini:
Sekali lagi, mengenai kelahiran, Yesus jauh berbeda dengan Nabi Isa. Nama yang mirip antara Isa dan Yesus, maupun nama yang mirip antara Maria dan Maryam bukan menjadi landasan yang valid secara historis-biblis untuk mengatakan bahwa mereka sama.
Banyak Injil Apokrip-Gnostik yang menuliskan tentang kelahiran, hidup, dan juga kematian Yesus. Injil apokrip ada sejak ratusan tahun setelah Yesus wafat. Injil-injil tersebut antara lain: Thomas, Yudas, Yakobus, Barnabas, dan Filip. Dilihat secara historis saja, sangat sulit bagi kanonisasi Kristen untuk menerima injil-injil apokrip tersebut. Apalagi dilihat dari segi isinya, jauh beda.
Islam yang diwahyukan pada abad ke V-VI Masehi meletakkan Isa yang jalan ceritanya sangat mirip dengan kisah Yesus. Bedanya sangat jelas bahwa Yesus tidak mati disalib, tetapi digantikan oleh Allah dengan orang yang mirip dengannya. Kisah ini tentu berbeda jauh dengan alkitab yang sudah lama dikanonisasi oleh Gereja abad-abad pertama. Kisah Yesus tidak mati disalib justru lebih dekat dengan injil gnostik dalam bahasa koptik yang ditemukan di Mesir di perpustakaan Chenoboskion yang lebih dikenal di lokasi Nag Hamadi di tepi sungai Nil di Mesir. Meski demikian saya tidak akan jauh melantur dan tidak berani menghubung-hubungkan injil gnostik dengan apa yang ditulis dalam Al-Quran mengenai Nabi Isa.
Banyak sekali penjelasan historis-biblis-teologis yang bisa digunakan untuk menganalisa perbedaan Yesus dengan Nabi Isa. Dan memang, kedua tokoh ini berbeda secara teks dan konteks. Perbedaan itu juga dijumpai dalam pemberian gelar Nabi pada beberapa tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Yang paling jelas adalah Nabi Adam yang dalam Islam dijadikan nabi sebagai sosok historis, tetapi justru dalam Yahudi-Kristen-Katolik, Adam bukanlah sosok historis. Tokoh Adam-Hawa hendak memperlihatkan bahwa manusia adalah ciptaan yang secitra dengan Allah dan kepada manusialah Allah meletakkan “hukum”nya.
Begitu banyak hal yang mirip tetapi berbeda di antara Kristen (juga harus dibedakan antara Katolik dan Protestan). Maka menjadi hal yang rapuh apabila kita menjadikan kesamaan yang samar ini sebagai landasan untuk berdialog dan bertoleransi antar agama. Alangkah lebih baik kalau dialog dan toleransi bukan didasari oleh persamaan yang samar-samar dan rapuh, tetapi didasari oleh hal yang konkret, yaitu sifat sosial dan kemanusiaan kita; sama-sama menghadapi demoralisasi yang sama, kemiskinan yang sama, korupsi yang sama, dan Indonesia yang sama.
Semoga memberikan inspirasi baru dalam berdialog.
Yesus dan Nabi Isa berbeda: Jangan Dijadikan Landasan Toleransi
Reviewed by Afrianto Budi
on
Minggu, Juni 03, 2012
Rating:
Tidak ada komentar:
Terimakasih Anda sudah mengunjungi blog ini